Oleh | Sutrisno Pangaribuan
MENTERI Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Airlangga menyatakan pemerintah menyiapkan paket ekonomi baru dengan salah satu fokus memperluas perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja lepas atau pekerja mitra, termasuk pengemudi ojek daring.
Airlangga menyatakan dalam skema tersebut, pemerintah berencana akan menanggung 50 persen iuran jaminan kecelakaan kerja atau JKK, jaminan kematian atau JKM, dan jaminan hari tua atau JHT.
Paket tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam rapat koordinasi lanjutan bersama kementerian terkait pada Senin (15/9/2025).
Sebaiknya rencana tersebut tidak terburu- buru sebab dapat menimbulkan polemik terhadap pekerja pada sektor lainnya.
Rencana tersebut juga sebagai bukti bahwa pemerintah gagal memaksa perusahaan penyedia jasa layanan transportasi daring menanggung iuran jaminan kecelakaan kerja atau JKK, jaminan kematian atau JKM, dan jaminan hari tua atau JHT pekerjanya.
Pengemudi ojek daring sebenarnya tidak dapat disebut sebagai mitra sebab memiliki kontrak kerja. Penggunaan istilah mitra sengaja digunakan untuk menghindari tanggung jawab sebagai perusahaan pemberi kerja.
Agar perusahaan tidak memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap pekerja. Pemerintah sebagai regulator harus menegakkan regulasi secara konsisten.
Maka yang harus dilakukan pemerintah bukan cari muka dengan membayar 50% iuran jaminan kecelakaan kerja atau JKK, jaminan kematian atau JKM, dan jaminan hari tua (JHT).
Pemerintah harus memaksa seluruh perusahaan penyedia pekerjaan mematuhi peraturan tentang ketenagakerjaan dan memenuhi seluruh kewajiban terhadap pekerja.
Untuk rencana cari muka pemerintah perlu diberi catatan sebagai berikut:
Pertama, bahwa jalan raya tidak dirancang dan direncanakan sebagai lapangan kerja. Maka pemerintah harus membatasi aktivitas kerja di jalan raya untuk mengurangi potensi kecelakaan kerja di jalan raya.
Kedua, bahwa pemerintah berkewajiban membuka lapangan kerja bagi warga negara selain jalan raya. Sehingga jalan raya tidak dijadikan sebagai lapangan/tempat kerja. Pemerintah harus membatasi segala jenis pekerjaan di jalan raya.
Ketiga, bahwa pemerintah harus konsisten melaksanakan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Maka seluruh kendaraan yang difungsikan sebagai alat transportasi berbayar (kendaraan umum) harus diperlakukan sama, baik warna plat, uji KIR, dll.
Keempat, bahwa pemerintah harus konsisten melaksanakan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk melindungi pekerja.
Kelima, bahwa dalam hal memperluas perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja lepas atau pekerja mitra, termasuk pengemudi ojek daring. Maka pemerintah diminta melakukan kajian untuk menghindari diskriminasi terhadap pekerja lainnya.
Keenam, bahwa Pekerja rentan yang meliputi sektor informal atau bukan penerima upah seperti petani, nelayan, tukang ojek, tukang becak, buruh harian lepas, pekerja sosial, pembantu rumah tangga, pemulung harus disubsidi sama dengan iuran bagi pengemudi ojek daring.
Pemerintah diminta tidak reaktif dengan berbagai upaya cari muka dengan program- program karitatif seperti rencana subsidi 50% iuran jaminan kecelakaan kerja atau JKK, jaminan kematian atau JKM, dan jaminan hari tua atau JHT.
Pemerintah harus memperbaiki tata kelola pemerintahan agar bersih dari praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dan segera memenuhi janjinya membuka 19 juta lapangan kerja.
Senin, 15 September 2025
Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Presidium Pergerakan Rakyat Indonesia Makmur Adil (Prima), dan Direktur Eksekutif Indonesia Goverment Watch (IG-Watch).