Catatan | Ingot SimangunsongANGKA sebagai identitas petarung dalam merebut “kekuasaan”, bagi para pendukungnya, dapat saja dijadikan sebagai prasasti yang harus dirawat di sepanjang penantian pertarungan berikutnya.
Walau pertarungan sudah usai, dan sudah ditetapkan siapa pemenang serta sudah diangkat sumpah sebagai pimpinan tertinggi, tidaklah serta merta menjadi keharusan bagi masing-masing pendukung untuk begitu saja menerima kekalahan.
Para pendukung, mau yang menang atau pun yang kalah, punya catatan masing-masing dalam menyikapi proses tahapan demi tahapan perjalanan pertarungan tersebut.
Itulah yang menjadi balutan dalam menyikapi agenda kerja pemenang pada berbagai kebijakannya, yang diekspresikan dalam bentuk pergerakan oleh para relawan mau pun para loyalis fanatik para petarung.
Kondisi itulah, yang diekspresikan dalam bentuk kotak-kotak, dan lebih ekstrimnya disebut pengkotakan. Angka itupun dimasukkan sebagai tanda pengenal kotak, yang dijadikan sebagai ruang baru dalam pengenal identitas siapa yang bicara apa dan mewakili angka berapa.
Ketika seseorang menyampaikan pikirannya tentang sebuah masalah, maka pikiran-pikiran lain akan berkeluaran sekaligus berkeliaran dari kotak-kotak pengkotakan itu. Setiap yang keluar dari kotak-kotak berangka tersebut, akan berselancar untuk memastikan apa si penyampai pikiran itu merupakan bagian dari mereka.
Jika bagian dari kotak lain, maka si penyampai pikiran itu harus dilawan, dicari rekam jejaknya dan bila perlu digonjang-ganjingkan, sampai terkulai bisu dan senyap.
Kalau tidak masuk dalam salah satu angka kotak, lakukan pendekatan dan ajak berselingkuh ria agar masuk dalam barisan. Jika tidak bisa diajak atau dibajak, biarkan saja asyikkkk sendiri. Atau teriak-teriak di ruangan hampa atau biarkan suaranya mendengung dan mendengkur.
Tetapi, integritas sangat ditentu pada bagaimana kita bersikap. Sesepi-sepinya jalan kedamaian disusuri, pasti akan ketemu jawaban atas pemikiran yang terbangun, tertata dan teragenda dengan apik. Kebenaran akan mencari jalannya sendiri untuk mengalahkan kezaliman.
Kezaliman tidak hanya dalam bentuk pengrusakan fisik. Kezaliman juga dapat dilihat pada bagaimana terjadinya sebuah pemikiran digiring dan diskat pada kotak-kotak.
Pemikiran yang tegak lurus pada hati nurani, selambat apa pun melesatnya, pasti akan ketemu cara memporakporandakan kotak-kotak pengkotakan yang menjadi jurang pemisah sikap kebersamaan atau kegotong-royongan dalam membangun bangsa dan negara.
Dalam istilah yang paling sederhana, seorang pemimpin adalah orang yang tahu ke mana dia ingin pergi dan bangkit,” kata John Erskine, Earl ke-6 (wafat 28 Oktober 1572), seorang bangsawan dan politikus Skotlandia. Semoga.
Penulis: Ingot Simangunsong, Pimpinan Redaksi Mediaonline Segaris.co