SAMOSIR – SEGARIS.CO — KASUS pencurian getah pinus di Dusun 1 Sitobu, Desa Garoga, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, kembali menjadi sorotan.
Hingga kini, 9 terduga pelaku masih belum ditahan aparat penegak hukum, meski pun laporan telah dibuat sejak tahun lalu.
Sumber Segaris.co pun pada Selasa (04/02/202 mengungkapkan terkait Perlindungan Hutan dan Sanksi Hukum dalam UU Kehutanan yang dapat dijadikan penerapan hukum terhadap 9 terduga pencuri getah pinus.
Menurutnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menegaskan berbagai aturan ketat terkait perlindungan hutan dan konservasi alam.
Dalam Pasal 50, diatur larangan-larangan yang bertujuan menjaga kelestarian kawasan hutan dari berbagai bentuk perusakan.
Proses hukum kasus pencurian getah Pinus di Samosir dinilai lamban, INI KATA Kasat Reskrim
Larangan dalam Perlindungan Hutan
Setiap individu dilarang melakukan tindakan yang dapat merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.
Bagi pihak yang memiliki izin pemanfaatan kawasan atau hasil hutan, terdapat larangan keras untuk melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan degradasi lingkungan.
Selain itu, ada beberapa aktivitas yang secara tegas dilarang dalam kawasan hutan, antara lain:
Menggunakan atau menduduki kawasan hutan secara ilegal.
Melakukan perambahan dan penebangan pohon dalam jarak tertentu dari sumber air, sungai, jurang, dan pantai.
Membakar hutan dan mengambil hasil hutan tanpa izin resmi.
Mengangkut, menyimpan, atau memperdagangkan hasil hutan yang berasal dari aktivitas ilegal.
Melakukan eksplorasi atau eksploitasi tambang di dalam hutan tanpa izin.
Menggembalakan ternak atau membawa alat berat tanpa izin di dalam kawasan hutan.
Membuang benda-benda berbahaya yang dapat menyebabkan kebakaran atau merusak ekosistem hutan.
Sanksi Pidana bagi Pelanggar
Untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan tersebut, Pasal 78 mengatur sanksi tegas bagi pelanggar.
Bagi mereka yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 50, ancaman pidana berkisar antara 3 bulan hingga 15 tahun penjara, tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan.
Denda yang dikenakan pun tidak main-main, mencapai maksimal Rp5 miliar bagi pelanggaran berat seperti pembakaran hutan atau perusakan ekosistem hutan secara sengaja.
Pelanggaran ringan seperti menggembalakan ternak di kawasan hutan tanpa izin dapat dikenakan hukuman tiga bulan penjara dan denda Rp10 juta.
Lebih lanjut, jika tindak kejahatan dilakukan oleh badan hukum atau badan usaha, maka pengurusnya dapat dikenakan sanksi pidana dengan tambahan sepertiga dari hukuman yang dijatuhkan.
Seluruh hasil hutan yang diperoleh secara ilegal, serta alat-alat yang digunakan dalam kejahatan tersebut, akan disita oleh negara.
Dengan ketentuan hukum yang ketat ini, diharapkan ekosistem hutan Indonesia tetap lestari dan terhindar dari ancaman kerusakan akibat aktivitas ilegal.
Insiden pencurian tersebut terjadi pada 17 September 2024, dengan barang bukti berupa delapan karung getah pinus yang kini telah diamankan di Polres Samosir.
Kejadian serupa juga pernah terjadi sebelumnya pada 26 Juli 2022, di mana para pelaku saat itu berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Namun, aksi pencurian kembali terulang.
Krisman Sialagan, anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) yang merasa dirugikan, mengungkapkan kekecewaannya atas lambannya proses hukum.
“Saya berharap pihak berwenang segera menahan sembilan tersangka yang masih bebas berkeliaran,” ujarnya kepada Segaris.co pada Senin (03/02/2025) di kediamannya di Bagus Bay, Kelurahan Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo.
Ia menambahkan bahwa laporan terkait kasus ini telah disampaikan ke Polres Samosir pada 18 November 2024 pukul 21.20 WIB dengan Nomor STPL/289/XI/2024/SPKT/RES SAMOSIR/POLDA SUMATERA UTARA.
Kasus ini diduga melanggar Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dalam UU No. 1 Tahun 1946.
Sementara itu, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 13, Esra Sinaga, menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada kepolisian.
“Kami menunggu hasil penyelidikan dari Polres Samosir. Kami tidak bisa mengintervensi proses hukum yang sedang berlangsung,” ujarnya.
Kasus ini terus menjadi perhatian publik, terutama di kalangan petani hutan yang merasa dirugikan.
Mereka berharap aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas guna mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang. [Hatoguan Sitanggang/***]