Segaris.co
Jumat, 7 November 2025
No Result
View All Result
No Result
View All Result
  • PENDIDIKAN
  • KESEHATAN
  • PROFIL
  • News
  • SEREMONI
  • Kolom
  • Buah Pikir
Segaris.co
No Result
View All Result
Segaris.co
No Result
View All Result
  • PENDIDIKAN
  • KESEHATAN
  • PROFIL
  • News
  • SEREMONI
  • Kolom
  • Buah Pikir
Home Kolom

Politik itu barang paling kotor dan akrobatik

Ingot Simangunsong by Ingot Simangunsong
1 September 2024 | 19:18 WIB
in Kolom
ADVERTISEMENT

catatan | ingot simangunsong

SOE Hok Gie, seorang aktivis muda keturunan Tionghoa – Indonesia, pernah dengan tegas menyatakan bahwa politik adalah “barang paling kotor.”

Menurutnya, politik dipenuhi oleh lumpur-lumpur kotor yang sulit dihindari. Namun, Gie juga memahami bahwa ada saatnya seseorang tidak bisa menghindari politik dan harus terjun ke dalamnya, meski dengan segala risikonya.

Dilahirkan pada 17 Desember 1942, Gie dikenal sebagai salah satu kritikus tajam terhadap rezim Presiden Soekarno dan Soeharto.

Sebagai mahasiswa jurusan Sejarah di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, ia tidak hanya menentang kekuasaan yang otoriter, tetapi juga mengecam rekan-rekan mahasiswa yang mulai terlibat dalam politik praktis.

Dalam salah satu tulisannya, ia mengingatkan, “Bergabunglah dengan partai politik kalau mau berpolitik, jangan mencatut nama mahasiswa,” ungkapan yang ia tulis dalam karya berjudul “Setelah Tiga Tahun,” yang termasuk dalam kumpulan tulisan Zaman Peralihan.

Di samping aktivitasnya sebagai aktivis, Gie juga dikenal sebagai pecinta alam dan pendaki gunung yang sangat mencintai keindahan alam.

Hobi mendaki ini, seperti yang diungkapkan dalam tesis John R. Maxwell berjudul “Soe Hok Gie: A Biography of a Young Indonesian Intellectual,” kemudian menjadi cikal bakal berdirinya organisasi Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI).

Namun, hobi mendakinya itu pula yang membawa Gie pada akhir tragis hidupnya.

Pada 16 Desember 1969, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27, Gie meninggal dunia di puncak Gunung Semeru, Jawa Timur.

Kematian ini diduga akibat menghirup gas beracun, mengakhiri perjuangan dan idealismenya yang tak pernah padam.

Pasca gagalnya Herry Chandra, Reformasi PDIP Sumut dan Simalungun

Dunia Politik: Antara risiko dan harapan

Panggung politik Indonesia saat ini tak ubahnya seperti arena akrobatik yang penuh risiko, menciptakan perasaan tegang bagi siapa pun yang terlibat.

Di media sosial, kita sering melihat orang-orang saling mencaci, menuduh, bahkan menyebarkan hoaks sebagai kebiasaan sehari-hari.

Praktik semacam ini juga tampak dalam acara talkshow di berbagai stasiun televisi nasional yang kerap menghadirkan para elit politik.

Fenomena ini mencerminkan betapa politik semakin menjauh dari esensinya sebagai sarana untuk mengabdi kepada kemanusiaan.

Alih-alih menjadi wadah untuk mewujudkan kebaikan bersama, politik seringkali digunakan untuk mengejar kekuasaan, bahkan jika itu berarti harus mengorbankan kemanusiaan.

Sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, politik seharusnya menjadi upaya bersama warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, bukan malah memperburuk keadaan.

Meski demikian, kita tidak boleh pesimis terhadap politik atau apatis terhadap keadaan. Sejarah telah membuktikan bahwa politik juga bisa menjadi alat untuk kebaikan.

Tokoh-tokoh seperti Gandhi dari India dan Nelson Mandela dari Afrika Selatan mampu mengubah wajah politik yang kelam menjadi jalan untuk memperjuangkan kebaikan.

Di Indonesia, kita mengenal KH. Abdurrahman Wahid, atau Gus Dur, seorang politisi ulung yang kiprahnya tak diragukan lagi, terutama setelah runtuhnya rezim Orde Baru.

Gus Dur yang juga mendirikan sebuah partai politik, pada akhirnya menjadi Presiden Indonesia.

Ungkapannya yang terkenal, “Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan,” sering diucapkannya dalam berbagai kesempatan.

Sebagai bapak bangsa, Gus Dur dikenal gigih memperjuangkan hak-hak kaum minoritas dan konsisten menentang segala bentuk penindasan.

Gus Dur adalah bukti nyata bahwa politik bisa dan seharusnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.

Semoga dengan mengingat tokoh-tokoh ini, kita tetap memupuk harapan bahwa politik bisa menjadi sarana untuk mewujudkan kebaikan dan keadilan bagi semua.

 

Penulis, INGOT SIMANGUNSONG, pimpinan redaksi Segaris.co

Tags: Gus DurLumpurPolitikSegariasegarisSegaris.coSoe Hok Gie
ShareTweetSendShareSharePinSend
ADVERTISEMENT

Berita Lainnya

Kolom

“60 tahun Implan Gigi: Antara harapan senyum indah dan kisah yang tak terungkap”

by Ingot Simangunsong
20 Oktober 2025 | 15:22 WIB
0

Catatan  | Ingot Simangunsong SEJAK 1965, ketika Prof. Per-Ingvar Brånemark dari Swedia pertama kali berhasil menanam implan gigi titanium pada...

Read more
Kolom

Bukan dari Amerika, tapi dari Swedia! Ini penemu Implan Gigi Pertama di Dunia!

by Ingot Simangunsong
20 Oktober 2025 | 14:50 WIB
0

Oleh | Ingot Simangunsong METODE implan gigi (dental implant) pertama kali diperkenalkan secara ilmiah dan berhasil diterapkan di dunia kedokteran...

Read more
Kolom

Tak sekadar tren, ini risiko di balik IMPLAN GIGI

by Ingot Simangunsong
20 Oktober 2025 | 14:20 WIB
0

Catatan | Ingot Simangunsong BEBERAPA faktor yang mendorong peningkatan popularitas pemasangan implan gigi: Kemajuan teknologi kedokteran gigi: Misalnya di RS Pondok Indah...

Read more
Kolom

Asal-usul, dan proses pengajuan RUU Perampasan Aset

by Ingot Simangunsong
10 Oktober 2025 | 06:21 WIB
0

Oleh | Ingot Simangunsong RANCANGAN Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset tidak lahir dari satu individu tertentu, melainkan melalui proses panjang...

Read more
Kolom

Fenomena pejabat tinggi negara berdebat di Media Sosial: Antara transparansi dan krisis Etika Publik

by Ingot Simangunsong
7 Oktober 2025 | 13:28 WIB
0

Oleh | Ingot Simangunsong DALAM beberapa tahun terakhir, ruang publik Indonesia semakin bising oleh perdebatan para pejabat tinggi negara di...

Read more
Kolom

bukan POLITIK KEBERANIAN

by Ingot Simangunsong
5 Oktober 2025 | 10:35 WIB
0

Oleh | Ingot Simangunsong KETIDAKTEGASAN para pimpinan partai politik dalam mengesahkan RUU Perampasan Aset telah membuka wajah asli politik kita:...

Read more

Berita Terbaru

News

Rumah hakim penangani kasus korupsi Rp231,8 miliar hangus, polisi selidiki penyebab

7 November 2025 | 09:15 WIB
Buah Pikir

Majelis Adat Aceh dan Masa Depan Otonomi Kultural: Meneguhkan Fondasi Perdamaian Melalui Kearifan Lokal

7 November 2025 | 07:54 WIB
News

Kapolda Aceh sampaikan kuliah umum “Polda Meutuah dan Green Policing” di UTU

6 November 2025 | 21:36 WIB
News

Tiga pelaku spesialis pembobol Toko Grosir di Aceh, dibekuk di Gerbang Tol Kisaran

6 November 2025 | 19:28 WIB
News

Polda Aceh dan Komnas HAM perkuat sinergi penegakan hukum berkeadilan

6 November 2025 | 18:19 WIB
News

Polda Aceh imbau warga waspadai cuaca ekstrem dampak siklon Tropis Kalmaegi

6 November 2025 | 15:21 WIB
News

Warisan Raja Sitempang: Simbol kebijaksanaan dan identitas budaya Batak

6 November 2025 | 13:52 WIB
News

Tidak ada solidaritas bagi hakim Khamozaro Waruwu

6 November 2025 | 08:56 WIB
News

Peringati HUT ke-54, ASN Polda Aceh gelar anjangsana dan layanan kesehatan untuk pensiunan

6 November 2025 | 08:03 WIB
News

Muhammadiyah Aceh Timur perkuat kerjasama dengan Bupati

5 November 2025 | 19:50 WIB
Buah Pikir

#savehakimkhamozaro

5 November 2025 | 19:37 WIB
Buah Pikir

Tiga Harajaon Sitanggang, Naibaho, dan Simbolon jadi penopang tata adat Sitolu Hae Horbo

5 November 2025 | 17:21 WIB
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak
  • Saran Pembaca
  • Syarat dan Ketentuan
  • Tentang Segaris.co

©2022-2024 Segaris.co

rotasi barak berita hari ini samosir sinata berita

No Result
View All Result
  • PENDIDIKAN
  • KESEHATAN
  • PROFIL
  • News
  • SEREMONI
  • Kolom
  • Buah Pikir

©2022-2024 Segaris.co

rotasi barak berita hari ini samosir sinata berita