PEMATANGSIANTAR — SEGARIS.CO — Kejaksaan Negeri Pematangsiantar resmi menetapkan Safnil Wizar sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Gedung Telkom Witel dan Tsel Pematangsiantar tahun anggaran 2017.
Penetapan ini dilakukan setelah penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT.DIK-04/L.2.12/Fd.1/05/2025, tertanggal 15 Mei 2025.
Melalui siaran pers yang dirilis pada tanggal yang sama, Kejari juga mengonfirmasi bahwa Safnil Wizar telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pematangsiantar berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-633/L.2.12/Fd.1/05/2025 untuk masa penahanan 20 hari, mulai 15 Mei hingga 3 Juni 2025.
Proyek Bernilai Puluhan Miliar
Kasus ini berawal dari proyek pembangunan Gedung Telkom Witel dan Tsel Pematangsiantar yang dilaksanakan oleh PT Telkom melalui kontrak kerja sama dengan PT GSD, dengan nilai kontrak sebesar Rp57,99 miliar (termasuk PPN), berdasarkan perjanjian tertanggal 2 November 2017. Proyek ini dijadwalkan selesai dalam 270 hari kalender.
Proyek tersebut kemudian diamandemen pada Maret 2018 terkait skema pembayaran. PT GSD selaku pelaksana utama justru mensubkontrakkan seluruh pekerjaan kepada sejumlah perusahaan lain, antara lain PT Pandega Desain Weharima (PDW), PT Wolferstan Trower Indonesia (WTI), PT Inti Kharisma Wasantara (IKW), serta PT Tekken Pratama (TP) untuk pekerjaan konstruksi utama.
Indikasi Penyimpangan dan Kerugian Negara
Tim penyidik mengungkap bahwa pelaksanaan pekerjaan tidak dilakukan langsung oleh PT GSD, yang bertentangan dengan semangat sinergi Telkom Group sebagaimana diatur dalam kebijakan internal perusahaan.
Hasil uji mutu bangunan dan audit independen mengindikasikan berbagai penyimpangan, di antaranya:
Terdapat item pekerjaan yang tercantum ganda dalam dokumen Bill of Quantities (BoQ);
Ketidaksesuaian harga pekerjaan Curtain Wall antara estimasi teknis dan BoQ;
Mutu beton yang dipasang tidak memenuhi standar kontrak maupun ketentuan SNI;
Ketidaksesuaian antara material yang disebutkan dalam kontrak dan yang terpasang di lapangan;
Pembayaran yang dilakukan tidak mencerminkan bobot pekerjaan riil di lapangan.
Berdasarkan hasil audit oleh akuntan independen, kerugian keuangan negara akibat proyek ini ditaksir mencapai Rp4,42 miliar.
Audit tersebut dilakukan berdasarkan metode kerugian bersih, yaitu selisih antara pembayaran proyek dan nilai aktual pekerjaan yang dilaksanakan pihak ketiga, PT Tekken Pratama.
Kejaksaan Negeri Pematangsiantar menyatakan proses hukum akan terus berlanjut guna mengusut tuntas pihak-pihak lain yang diduga turut bertanggung jawab dalam perkara ini. [Samsudin Harahap/***]