JAKARTA– SEGARIS.CO — TIGA tersangka dalam kasus dugaan penyebaran informasi palsu terkait ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo—Roy Suryo, dr. Tifa, dan Rismon Hasiholan Sianipar—menyatakan menolak rencana mediasi dengan pihak Jokowi.
Penolakan tersebut disampaikan lewat kuasa hukum mereka, Ahmad Khozinudin, yang menegaskan bahwa kliennya memandang perkara ini sebagai tindak pidana sehingga tidak layak diselesaikan melalui jalur mediasi.
Ahmad menekankan bahwa proses penegakan hukum tidak boleh diintervensi oleh lembaga apa pun.
Ia juga meminta Komisi Percepatan Reformasi Polri mengevaluasi penyidik, karena laporan tudingan ijazah palsu yang diajukan TPUA ke Bareskrim dihentikan, sementara laporan Jokowi tetap berlanjut hingga membuat kliennya ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus TS mandek di Kejari Samosir, publik pertanyakan penundaan pelimpahan perkara
“Ini murni perkara hukum. Tidak seharusnya ada institusi yang menggeser penanganannya menjadi isu politik,” kata Ahmad.
Ia bahkan meragukan efektivitas mediasi karena menilai Presiden Jokowi tidak pernah hadir dalam mediasi pada kasus-kasus sebelumnya.
Sebelumnya, usulan mediasi disampaikan pengamat politik Faizal Assegaf dalam sebuah audiensi di PTIK.
Gagasan itu mendapat respons positif dari Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshidiqie, yang menyatakan mediasi dapat dilakukan jika kedua belah pihak menyetujui.
Sementara itu, Polda Metro Jaya menginformasikan bahwa total delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
Seluruhnya dikenakan wajib lapor setiap minggu dan dicegah bepergian ke luar negeri, termasuk Roy Suryo.
“Wajib lapor diberlakukan sesuai status tersangka. Selain itu, dilakukan pencekalan agar mereka tidak bepergian ke luar negeri, meskipun aktivitas di dalam negeri masih diizinkan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto.
Dalam struktur penanganan, lima tersangka klaster pertama—ES, KTR, MRF, RE, dan DHL—dijerat Pasal 310, 311, dan 160 KUHP serta ketentuan terkait dalam Undang-Undang ITE.
Sementara tiga tersangka klaster kedua—Roy Suryo (RS), Rismon (RHS), dan dr. Tifa (TT)—dikenakan pasal-pasal terkait fitnah, pencemaran nama baik, dan manipulasi informasi elektronik. [RED/***]








