Oleh | Sutrisno Pangaribuan
GIMMICK Bobby Nasution, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) terus berlanjut dengan menerima aksi orang tua/wali dengan melibatkan anak-anak sekolah dasar (SD) pada Rabu (12/11/2025).
Kedatangan belasan orangtua beserta anaknya yang berasal dari Desa Medan Estate, Kabupaten Deliserdang untuk menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Rabu (12/11/2025).
Anak-anak tersebut masih berpakaian Sekolah Dasar (SD) dan memegang karton bertuliskan penolakan tutup sekolah.
“Jangan tutup sekolah kami Pak dan jangan pindahkan kami,” tulisan dalam karton tersebut.
Koordinasi yang baik dari orang tua yang membawa anak- anak SD tersebut dengan pihak Pemprovsu, membuat Bobby Nasution segera datang menemui orang tua dan anak-anak SD di halaman Kantor Pemprov Sumut.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan dari wali murid menceritakan kronologi dan keluhan mereka ke menantu Jokowi tersebut.
“Kami dari Medan Estate Pak, kami ke sini karena sekolah anak kami mau ditutup dan anak kami akan dipindahkan ke tempat yang jauh dari lokasi sekolah yang ditutup. Padahal kami tinggal di dekat sekolah itu,” ucap satu diantara wali murid tersebut.
Terhadap aksi orang tua/ wali murid dengan melibatkan anak- anak SD berseragam lengkap, perlu disampaikan sikap sebagai berikut:
Pertama, bahwa orang tua/ wali siswa anak- anak SD salah alamat dengan menggelar aksi terkait rencana penutupan/ penggabungan tempat belajar (gedung SD Negeri).
Kewenangan pengelolaan SD Negeri dan SMP Negeri ada pada Bupati Deli Serdang, bukan kewenangan Gubernur. Maka Pemprovsu seharusnya mengarahkan peserta aksi ke kantor Bupati Deli Serdang.
Kedua, bahwa Gubernur Sumut (Gubsu) Bobby Nasution salah kamar dengan menerima orang tua/ wali siswa anak-anak SD. Kewenangan Gubsu bukan mengelola SD dan SMP, tetapi SMA dan SMK.
Maka Bobby tidak perlu cari muka kepada orang tua/ wali murid dan kepada anak- anak siswa SD. Tidak ada kewajiban Bobby menerima aksi orang tua/wali murid dan anak- anak SD, menjanjikan sesuatu kecuali untuk cari muka.
Ketiga, bahwa tindakan orang tua/ wali melibatkan anak-anak dalam aksi bertentangan dengan Konvensi Hak Anak dalam Kluster Hak Sipil dan Kebebasan yang menyatakan semua pihak harus menghormati, mendengarkan aspirasi anak dalam menyampaikan pendapat.
Namun tidak dapat dimaknai sebagai kebebasan mengajak dan melibatkan anak dalam aksi.
Keempat, bahwa tindakan orang tua/ wali siswa bertentangan dengan UUD 1945 dan UU No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Pertama atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 4 dan Pasal 10, termasuk Pasal 15 huruf a.
Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik dan Pasal 76 huruf h. Setiap orang dilarang merekrut anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.
Kelima, bahwa Pasal 87 mengatur pidananya yakni setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf h dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 100 juta.
Maka orang tua/ wali yang mengajak, merekrut, membawa anak dalam aksi ke kantor gubernur Sumut termaasuk yang dilarang sesuai pasal 76 huruf h, kepentingan non militer.
Keenam, bahwa Bobby dan jajaran Pemprovsu seharusnya paham tugas Pemda dalam perlindungan anak. Bobby dan Pemprovsu harus memahami Pasal 24 yang menyatakan Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasannya.
Maka Bobby dan Pemprovsu tidak tepat menerima penyampaian aspirasi orang tua/ wali murid di halaman kantor gubernur.
Ketujuh, bahwa aksi orang tua/ wali murid bukan aksi anak- anak sesuai dengan UU Perlindungan Anak. Maka semua produk pers juga harus disesuaikan dengan ketentuan tersebut.
Seluruh tindakan orang yang hadir yang melibatkan anak dan memanfaatkan keberadaan anak tidak dapat bertentangan dengan UU Perlindungan Anak, UU Pemerintahan Daerah, dan UU Pers. Maka semua pihak harus melindungi anak.
Kedelapan, bahwa orang tua/ wali siswa anak- anak SD ternyata lebih penting bagi Bobby Nasution daripada warga Kawasan Danau Toba yang berjuang untuk penutupan TPL.
Bobby semakin dalam menyakiti perasaan masyarakat Kawasan Danau Toba yang tidak berkenan ditemuinya, dengan sengaja berangkat ke Jakarta. Sementara orang tua/wali siswa dan anak- anak SD diterimanya dengan tangan terbuka.
Kesembilan, bahwa Komnas Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) harus melakukan pemantauan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh orang tua/ wali siswa, Gubernur dan Pemprovsu yang terlibat dan hadir dalam aksi tersebut.
Semua pihak tidak dapat memanfaatkan anak untuk kepentingan pribadi, kelompok dan pencitraan diri pro rakyat.
Semua pihak harus memahami bahwa pelibatan anak dalam hal aksi tidak dibenarkan dan harus dihentikan.
Medan, 14 November 2025
Penulis, Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Presidium Pergerakan Rakyat Indonesia Makmur Adil (Prima), Presidium Perkumpulan Semangat Rakyat Anti Korupsi (Semarak), dan Direktur Eksekutif Indonesia Government Watch (IGoWa).







