Oleh | Sutrisno PangaribuanAKHIR dari kasus korupsi yang berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Medan dan Mandailing Natal, Kamis (26/6/2025) belum jelas.
OTT KPK tersebut terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan proyek preservasi jalan nasional di Satker PJN Wilayah I Sumut.
KPK kemudian menetapkan tersangka dari pihak swasta dan ASN. Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP) sebagai salah satu tersangka yang memiliki jabatan dan peran paling strategis sebagai pejabat kepercayaan Bobby Nasution, Gubernur Sumut.
Lambannya penanganan kasus tersebut membuat KPK kehilangan kepercayaan publik. Terutama setelah KPK tidak kunjung memanggil dan memeriksa ulang Muryanto Amin, Rektor USU, dan Dedy Iskandar Rangkuti, sepupu kandung menantu Jokowi.
Tuduhan pengalihan isu semakin jelas dan perhatian publik terbukti beralih. Meski demikian, KPK memberi harapan baru dalam pengembangan kasus yang melibatkan TOP.
Peran strategis TOP saat menjadi Kadis Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Konstruksi (SDABMBK) kota Medan terbuka untuk digali KPK.
Berdasarkan pengalaman KPK dalam kasus korupsi Gatot Pudjo Nugroho, Gubernur Sumut bersama DPRD Sumut, maka kasus yang melibatkan TOP juga dapat diurai berdasarkan catatan- catatan TOP maupun catatan anak buahnya.
Catatan TOP dan anak buahnya diduga menyimpan nama- nama pejabat yang melakukan komunikasi intensif. Jika daftar penerima uang suap Gatot ke pimpinan dan anggota DPRD Sumut dapat ditelusuri berdasarkan catatan Ali Nafiah, Bendahara DPRD Sumut, maka catatan TOP dan para kabid di Dinas SDABMBK Kota Medan juga dapat dijadikan pintu masuk dalam pengembangan dugaan kasus korupsi.
Jika dalam waktu singkat TOP dapat memainkan peran di Dinas PUPR Sumut, maka pola yang sama diduga telah terjadi sejak di Dinas SDABMBK Kota Medan.
Maka catatan-catatan TOP bersama para Kabid di Dinas SDABMBK Kota Medan dapat diurai untuk menelusuri siapapun yang oleh karena jabatannya diduga meminta proyek atau meminta hadiah atau janji, baik berupa uang atau bentuk lainnya.
Proyek di Dinas SDABMBK kota Medan diduga dibagi kepada para pejabat di lembaga yang seharusnya melakukan fungsi pengawasan.
Proyek-proyek di Dinas SDABMBK Medan saat dipimpin TOP diduga dibagi kepada oknum-oknum aparat penegak hukum dan lembaga legislatif.
Pemanggilan dan pemeriksaan Idianto, Muhammad Iqbal, dan Gomgoman Simbolon, jaksa dan Yasir Ahmadi, polisi terkait kasus yang menyeret TOP di Sumut memberi petunjuk bahwa hal serupa diduga terjadi di Medan.
Para oknum aparat penegak hukum yang seharusnya mencegah tindak pidana korupsi justru dipanggil dan diperiksa sebagai saksi dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan TOP. Idianto diduga dijanjikan akan menerima uang pengamanan sebeaar 2 miliar.
Catatan-catatan TOP dan anak buahnya di Dinas SDABMBK dapat dibuka untuk menemukan dugaan keterlibatan oknum jaksa dan oknum polisi serta oknum anggota legislatif dalam pengerjaan proyek pembangunan dan rehabilitasi jalan dan jembatan, sistem drainase modern, fasilitas publik, dan pengelolaan air bersih yang bersumber dari APBN dan APBD.
Tindakan para pejabat yang seharusnya melakukan pengawasan, justru diduga mengerjakan proyek, baik dikerjakan sendiri, keluarga, kolega atau menerima fee dari pelaksana proyek. Maka tindakan para pejabat tersebut termasuk jenis korupsi.
Tindakan pejabat yang mendapat proyek dan fee dari pelaksana proyek adalah memperdagangkan pengaruh (trading in influence).
Memperdagangkan pengaruh justru lebih berbahaya dari tindakan korupsi, sebab menggunakan pengaruh kekuasaan untuk mendapatkan sesuatu.
Pihak yang memberi tidak dengan sukarela, tetapi karena tekanan dan intimidasi. Maka TOP dan bekas anak buahnya di Dinas SDABMBK harus diperiksa untuk membuka catatan dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum dan oknum anggota legislatif yang menjadi pelaksana proyek atau menerima fee proyek.
Secara khusus bagi lembaga legislatif yang menjadi sasaran kemarahan publik saat ini, koreksi terbesar seharusnya bukan pada pendapatan resmi yang diatur oleh negara.
Seperti tunjangan perumahan, tunjangan transportasi, tunjangan komunikasi intensif kepada konstituen, yang telah memiliki dasar hukum yang sah dan tidak berbahaya bagi bangsa.
Tindakan memperdagangkan pengaruh dalam bentuk pengerjaan proyek yang bersumber dari APBN dan APBD, melakukan pemerasan dan kepada warga dan pengusaha terkait izin di berbagai sektor, menerima setoran dari bisnis ilegal lebih berbahaya dan memiliki daya rusak.
Maka momentum pembersihan Sumut dari korupsi dapat dimulai dari catatan TOP dan anak buahnya di Dinas PUPR Sumut dan Dinas SDABMNK Kota Medan.
Sehingga KPK yang terkesan mengulur waktu, mengalihkan isu dapat kembali dipercaya sebagai pemberantas korupsi.
Kemarahan publik dapat diobati jika dan hanya jika KPK berani memanggil ulang Muryanto Amin dan Dedy Rangkuti, serta berani membuka catatan TOP dan anak buahnya, dan menyeret siapapun yang terlibat dalam tindak pidana korupsi di Sumut.
Jumat, 12 September 2025
Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Presidium Perkumpulan Semangat Rakyat Anti Korupsi ( Semarak).