Oleh | Ir Saut Situmorang, ST, MT
DI era digital saat ini, masyarakat hidup dalam pusaran teknologi. Gadget, terutama telepon pintar, menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari; bekerja, belajar, berkomunikasi, hingga hiburan.
Namun, di balik manfaatnya, hadir fenomena baru yang kian mengkhawatirkan, NARKOLEMA, singkatan dari Narkoba Lewat Mata. Istilah ini menggambarkan kondisi kecanduan layar gawai yang dampaknya bisa menyamai bahaya narkoba, meskipun bentuknya berbeda.
Narkolema bukan zat yang disuntikkan ke tubuh atau dihirup lewat hidung. Ia masuk lewat mata, melalui layar yang memancarkan cahaya biru, notifikasi yang terus berdenting, dan konten yang tiada habisnya.
Ketergantungan inilah yang membuat seseorang sulit melepaskan diri, hingga terganggu secara fisik, mental, dan sosial.
1. Kesamaan Narkoba dan Narkolema
Mengapa gadget bisa disamakan dengan narkoba? Secara neurologis, keduanya sama-sama memicu pelepasan hormon dopamin di otak, zat kimia yang menimbulkan rasa senang dan ketagihan.
Narkoba merangsang otak dengan zat adiktif buatan.
2. Dampak Fisik: Mata, otak, dan tubuh
Gadget merangsang otak dengan infinite scroll, notifikasi, likes, dan video singkat yang membuat orang ingin terus melihat.
Akibatnya, pengguna mengalami gejala mirip kecanduan narkoba. Sulit berhenti, cemas saat tidak mengakses, bahkan kehilangan kendali atas waktu.
Dampak Fisik: Mata, otak, dan tubuh
Narkolema berdampak langsung pada kesehatan fisik. Mata lelah dan rusak. Paparan cahaya biru dari layar mempercepat kerusakan retina, menyebabkan mata kering, dan berpotensi mengganggu penglihatan jangka panjang.
Gangguan tidur
Cahaya layar menekan produksi melatonin, membuat seseorang sulit tidur meski tubuh sudah lelah. Postur tubuh memburuk, terlalu lama menunduk ke layar menyebabkan text neck, nyeri punggung, dan kerusakan tulang belakang.
Gangguan otak
Riset menunjukkan penggunaan berlebihan dapat menurunkan daya konsentrasi, memori jangka pendek, bahkan memicu depresi.
Jika narkoba merusak tubuh lewat zat kimia, maka narkolema merusak tubuh lewat paparan visual yang berlebihan dan berulang-ulang.
3. Dampak Psikis dan Sosial
Kecanduan gadget tak hanya menyerang fisik, tetapi juga psikis. Remaja yang terlalu lama menghabiskan waktu di dunia maya sering kehilangan kemampuan berinteraksi di dunia nyata.
Gejala yang muncul antara lain:
Mood swing: cepat marah bila dilarang main gadget.
Kesepian paradoksal: meski terus online, mereka merasa kosong secara emosional.
Hilangnya fokus belajar: prestasi akademik menurun karena otak lebih terlatih menonton konten singkat daripada memahami bacaan panjang.
Disintegrasi keluarga: anggota keluarga lebih sibuk menatap layar masing-masing daripada bercengkerama.
Fenomena ini mirip dengan pecandu narkoba yang lebih memilih “dunia maya” halusinasi ketimbang realitas sosial.
4. Generasi Narkolema
Indonesia dikenal memiliki tingkat penggunaan internet dan media sosial yang sangat tinggi.
Berdasarkan laporan Datareportal 2024, rata-rata orang Indonesia menghabiskan lebih dari 7 jam per hari di depan layar.
Angka ini jauh di atas ambang batas sehat menurut WHO, yang merekomendasikan maksimal dua jam waktu layar rekreasi per hari untuk remaja.
Kondisi ini melahirkan generasi yang rentan, generasi narkolema. Anak-anak yang sejak dini terpapar gawai lebih sering memilih game dan YouTube daripada belajar, berolahraga, atau berinteraksi dengan teman sebaya.
Mereka bisa tertawa seharian dengan layar, tapi gagap saat harus bicara di depan kelas.
5. Upaya Pencegahan dan Rehabilitasi
Jika narkoba butuh rehabilitasi medis, narkolema pun memerlukan langkah serius.
Beberapa solusi yang bisa diterapkan:
– Digital Parenting: orang tua harus aktif mengawasi, membatasi, dan memberi teladan penggunaan gawai.
– Zona Bebas Gadget: buat aturan di rumah, misalnya meja makan tanpa HP atau jam malam tanpa layar.
– Aktivitas Alternatif: dorong anak untuk berolahraga, membaca buku fisik, atau bermain di luar ruangan.
– Detoks Digital: tentukan satu hari dalam seminggu tanpa media sosial.
– Pendidikan Literasi Digital: sekolah harus mengajarkan bukan hanya cara menggunakan teknologi, tapi juga cara mengendalikan diri dari adiksi digital.
6. Refleksi: Narkolema Lebih Berbahaya?
Jika ditanya, manakah yang lebih berbahaya: narkoba atau narkolema? Jawabannya relatif.
Narkoba jelas merusak tubuh secara cepat dan sering mematikan. Tapi narkolema lebih licik. Ia merusak perlahan, diam-diam, hingga kita tidak sadar sedang menjadi korban.
Pecandu narkoba mudah dikenali. Tubuhnya kurus, hidupnya berantakan.
Tetapi pecandu gadget? Mereka bisa tampak normal, bahkan produktif. Padahal mentalnya rapuh dan hubungan sosialnya runtuh. Bahayanya justru karena tersembunyi.
Penutup
Narkolema adalah ancaman nyata bagi generasi kita. Ia mungkin tidak dilarang undang-undang, tapi dampaknya bisa menghancurkan masa depan bangsa.
Mata yang seharusnya jendela ilmu, kini menjadi pintu masuk candu. kKita tidak boleh membiarkan generasi muda menjadi budak layar. Mereka harus belajar menggunakan teknologi sebagai alat, bukan tuan.
Jika narkoba menghancurkan masa depan lewat jarum dan serbuk, maka narkolema menghancurkannya lewat layar dan cahaya.
Maka, mari kita katakan bersama: katakan tidak pada narkoba, dan kendalikan diri dari narkolema!
Penulis: Ir. Saut Situmorang, ST, MT, Kepala Lembaga Penjamin Mutu Institut Saint dan Tehnologi TD Pardede