JAKARTA – SEGARIS.CO — Lembaga riset dan advokasi Center for Strategy and Information (CSI) memberikan apresiasi atas langkah cepat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Ginting.
Topan, yang dikenal sebagai salah satu orang kepercayaan Gubernur Sumut Bobby Nasution, ditangkap dalam OTT terkait proyek senilai lebih dari Rp231 miliar. Dalam keterangan resminya, CSI menegaskan bahwa penyelidikan KPK seharusnya tidak berhenti pada level birokrasi teknis semata.
“Penangkapan ini adalah langkah awal yang penting. Namun, KPK harus melanjutkan penyelidikan hingga ke tingkat pengambil kebijakan. Gubernur Sumut Bobby Nasution perlu dimintai keterangan, mengingat hubungan kedekatan dan posisi strategis Topan yang baru dilantik sebagai Kadis PUPR pada Februari 2025,” ujar Direktur Eksekutif CSI, Edy Syahputra, Minggu (29/06/2025).
Edy menjelaskan bahwa dugaan praktik korupsi yang terjadi melibatkan pengaturan proyek melalui sistem e-katalog di Dinas PUPR. Berdasarkan informasi yang dihimpun, terdapat aliran dana dari pihak swasta—yakni KIR dan RAY—kepada pihak lain berinisial RES melalui transaksi perbankan.
Selain itu, Topan Ginting juga disebut menerima gratifikasi dari dua rekanan kontraktor: Akhirun (Direktur PT DNG) dan Rayhan Dulasmi Pilang (Direktur PT RN). Dana tersebut terkait proyek infrastruktur strategis, baik yang dikelola oleh Pemprov Sumut maupun oleh Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumut.
“Secara khusus, untuk proyek yang berada di bawah Satker PJN Wilayah I Sumut, kedua kontraktor itu diketahui memberikan uang senilai Rp120 juta kepada Heliyanto, pejabat pembuat komitmen (PPK), antara Maret 2024 hingga Juni 2025,” ungkap Edy.
CSI menilai pola semacam ini bukan hanya persoalan korupsi teknis, melainkan sudah menyentuh akar persoalan tata kelola pemerintahan daerah yang sistemik dan merusak integritas pengadaan barang dan jasa.
“Ini bukan sekadar soal pelanggaran prosedural. Ini soal bagaimana kekuasaan digunakan dan bagaimana relasi kuasa berperan dalam menentukan arah kebijakan serta penunjukan pelaksana proyek,” lanjut Edy.
Topan Ginting sendiri memiliki rekam jejak kedekatan yang erat dengan Gubernur Bobby Nasution. Ia disebut sebagai “Ketua Kelas”, julukan yang menggambarkan sosok loyal, aktif, dan selalu berada di lingkaran terdekat Bobby, sejak masih menjabat Wali Kota Medan hingga menjabat sebagai Gubernur.
“Memeriksa Bobby bukan berarti menuduh secara langsung, tapi penting sebagai bagian dari pengusutan utuh atas dugaan keterlibatan, pola pengawasan, dan relasi kuasa dalam lingkup pemerintahannya. Ini penting demi akuntabilitas publik,” tegas Edy.
CSI juga mengingatkan agar KPK menjalankan tugasnya tanpa pandang bulu dan tidak berhenti pada pejabat teknis semata. Mereka mendesak agar upaya pemberantasan korupsi tidak terhambat oleh tekanan politik atau kekuasaan.
“Kasus ini menjadi ujian serius bagi KPK. Jangan sampai KPK kehilangan nyali ketika berhadapan dengan kekuasaan, terlebih jika berkaitan dengan tokoh politik nasional yang memiliki hubungan keluarga dengan mantan Presiden RI,” tutur Edy.
Menurut CSI, pemeriksaan terhadap Bobby Nasution bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga menjadi simbol integritas dan komitmen KPK dalam memastikan bahwa hukum berlaku adil tanpa memandang jabatan atau garis keturunan.
“KPK harus membuktikan bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Tidak boleh ada perlakuan istimewa,” katanya. [RED/***]