JAKARTA – SEGARIS.CO – Pemerintah berencana untuk meningkatkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025, dari tarif saat ini sebesar 11%.
Kenaikan tarif ini diprediksi akan berdampak pada harga produk akhir barang-barang yang dibeli oleh masyarakat.
Wakil Menteri Keuangan periode 2010-2014, Anny Ratnawati menyatakan bahwa kenaikan harga secara otomatis akan menyebabkan penurunan permintaan, yang pada akhirnya akan mengganggu penjualan di sektor industri atau bisnis.
“Dalam teori umum, kenaikan harga akan menyebabkan penurunan permintaan, yang berarti hal ini akan memiliki implikasi balik bagi pengusaha,” kata Anny dalam program Power Lunch CNBC Indonesia pada Rabu (20/03/2024).
Anny menekankan bahwa kenaikan pajak tidak hanya akan mempengaruhi daya beli masyarakat karena harga-harga barang yang naik, tetapi juga akan menurunkan aktivitas bisnis di dalam negeri karena penjualan menjadi semakin lesu.
Dia memperkirakan bahwa sektor industri yang paling terdampak antara lain adalah UMKM, garmen, tekstil, serta produk alas kaki.
Khusus untuk sektor garmen dan tekstil, Anny menyatakan bahwa sektor ini akan mengalami tekanan yang lebih besar karena penjualan ekspor tengah tertekan dan penjualan di dalam negeri tengah bersaing dengan produk impor yang harganya jauh lebih murah.
“Kita semua tahu bahwa sektor tekstil, garmen, dan produk alas kaki merupakan sektor yang sangat padat karya, sehingga jika sektor ini terbebani misalnya dengan adanya kenaikan PPN, pemerintah perlu mencari cara untuk mengatasi hal ini agar mereka tetap dapat berusaha dan tetap kompetitif,” ujar Anny. [RE/***]