TEMAN saya pecatur. Setiap hari, selalu menyisihkan waktu, untuk “menjajal” kemampuan pecatur lainnya.
Catur itu, bukan hanya persoalan skak mat, atau mematikan langkah lawan. Catur itu, lebih pada seni bagaimana memanfaatkan pion, menteri, kuda, benteng, dan mesa oleh RAJA (pecatur).
Pecatur – sang RAJA – kata teman saya, seiring gerakan buah catur, pada gerakan (formasi) tertentu, harus tega mengorbankan pion, bila perlu menteri, kuda atau benteng. Tentu, dengan keputusan yang sangat matang, untuk pencapaian target tertentu, mematikan (skak mat) lawan.
Tiba-tiba teman saya, menggebrak papan catur, dan kemudian ngedumel setengah teriakan, “Raja itu, sama dengan pimpinan. Pimpinan dalam suasana tertentu, harus tegas menyikapi kesalahan bawahannya. Jika sudah fatal, seharusnya skak mat.” Reshuffle!!! Bukan plintat-plintut.
Baca juga : Tiga tahap anggaran BOS tidak cair, Janter Nainggolan: “Kesalahan operator dan September kembali normal”
Di-skak mat-kan saja
Bawahan jika sudah tidak lagi mampu menjaga loyalitas, sudah tidak lagi mampu mengelola kerahasiaan, sudah tidak lagi mampu menyiasati situasi, dan sudah tidak lagi sanggup menjaga kesamaan sudut pandang, di-skak mat-kan saja.
Sikap tersebut, apa terkesan bernuansa kekerasankah? Ya, jika memang demikian, karena percaturan politik sedang berada pada lingkaran suasana “gonjang-ganjing.”
Mata pisau politik kelihatannya sedang berusaha dikendalikan dengan remote control yang mendiskreditkan. Karena, apa pun yang dikerjakan, selalu saja dikeker dari sudut pandang berbeda dan disetir pada tataran tidak memuaskan.
Belum lagi mata pena, yang ditorehkan dengan gerakan-gerakan tidak teratur. Tidak lagi mematuhi kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar. Tidak lagi peduli dengan budaya, etika, mau pun sopan santun.
Baca juga : 36 tahun mengabdi di SMP Negeri 1 Ujung Padang, Pak Kamin baru tiga bulan nikmati gaji Rp1 juta
Disikapi dengan tindakan tegas
Padahal, kehadiran RAJA, bukanlah sebagai alat pemuas bagi setiap rakyatnya.
Situasi “gonjang-ganjing” itulah, yang seharusnya disikapi dengan tindakan tegas, ya itu tadi, di-skak mat-kan, agar “gonjang-ganjing” meradang kaku.
Jika para pion, dan sejawatnya di percaturan harus diberi perlindungan, untuk mencapai target tertentu, maka para parasit dan yang bukan loyalis, harus disingkirkan.
Kalau para parasit tetap diberi panggung, maka “gonjang-ganjing” akan bertumbuh, bahkan bisa jadi ilalang liar.
Kalau itu terjadi, bisa repot lo. Karena untuk membersihkan parasit yang sudah merekat-lekat, butuh penanganan lebih khusus dan berkesinambungan. Butuh waktu yang panjang dan menguras pikiran.
Baca juga : Kartoyo dan alumni akan kembalikan kejayaan SMP Negeri 1 Ujung Padang
Bongkar pasang kembali
Tidak ada pilihan. Harus ada yang di-skak mat-kan, Pak!!! Karena situasi meminta demikian. Reshuffle harus dilakukan. Bongkar pasang kembali, orang-orang yang sudah sempat didudukkan, karena bisa jadi memang tidak pas.
Masih panjang waktu untuk membenahi. Karena memangkas atau mengganti, bukanlah hal yang tabu. Sebab target utama, adalah bagaimana mewujudkan visi-misi, dengan tidak tedeng aling-aling (tidak menutupi perbuatan buruk).
Ntahlah… kalau perjalanan memang sudah berbatas waktu, dan tidak ada lagi rencana melanjutkannya. Artinya, sebagai pecatur – RAJA – hanya bermain satu plat.
Namun, jika ada keinginan untuk melanjutkan permaintan catur ke plat kedua, maka patutlah melakukan gebrakan-gebrakan yang mengejutkan dan menggetarkan.
“Bunyi-bunyian” dengan membangun narasi-narasi yang membisingkan daun telinga, perlu dibuyarkan bersama data.
Bungkam dengan data, agar narasi tinggal kata. Bungkam dengan fakta, agar buyar hitung-hitungan dengan angka-angka tak jelas.
Sekali lagi, harus di-skak mat-kan Pak!!! Dengan data, dan angka-angka yang jelas. Biar dalam kesenyapan, visi misi dapat berjalan sesuai dengan harapan rakyat. Itu pun, kalau memang, ada rencana mau bermain di plat kedua.
Penulis, Ingot Simangunsong, Pemimpin Redaksi segaris.co