Oleh | Hatoguan Sitanggang
PADA masa kejayaan pemerintahan tradisional Batak, sistem Sitolu Hae Horbo menjadi fondasi utama dalam mengatur kehidupan sosial, adat, dan pemerintahan masyarakat di wilayah Pangururan, Samosir.
Sistem ini berlandaskan falsafah Dalihan Natolu — tiga pilar kehidupan masyarakat Batak yang menekankan keseimbangan hubungan antara Hula-hula (pemberi boru), Dongan Tubu (saudara semarga), dan Boru (penerima boru).
Pelaksanaan pemerintahan dan penyelesaian persoalan adat dijalankan melalui Parrapotan, sebuah forum musyawarah terbuka yang melibatkan tiga kelompok besar marga dalam sistem Sitolu Hae Horbo.
Dalam forum ini, berbagai keputusan penting — mulai dari urusan pemerintahan adat, pesta bius, hingga peraturan sosial — dibahas dan ditetapkan secara mufakat, mencerminkan prinsip demokrasi yang telah hidup sejak masa lampau.
Struktur Sitolu Hae Horbo terdiri atas tiga harajaon atau kerajaan adat besar, yakni:
Harajaon Sitanggang (Sitanggang Siopat Sada Ina) terdiri atas empat kelompok utama: Raja Panukunan: Sitanggang Bau dan Gusar, Raja Pangadatan: Lipan Upar Silo, Raja Pangulu Oloan: Sigalingging, Boru Harajaon Sitanggang: Malau, Sinurat, dan Nainggolan
Harajaon Naibaho (Silima Oppu)
Memiliki lima kelompok utama: Naibaho Siahaan, Naibaho Sitakkaraen, Naibaho Hutaparik, Naibaho Sidauruk, dan Naibaho Siagian (Raja Panuturi).
Harajaon Simbolon (Siopat Turpuk)
terdiri atas empat kelompok besar: Tuanna Hoda Raja atau Simbolon Tuan, Pande Raja (Simbolon Pande, Rimbang, dan seluruh Simbolon Sipitu Sohe), Tamba, Simalango, Nadeak, Saeng, Semarmata, dan Boru Harajaon Simbolon: Silalahi di Bius Simbolon.
Ketiga Harajaon ini menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan Horja Bius, pesta adat besar yang rutin digelar setiap tahun pada bulan ketujuh hingga kedelapan.
Dalam perayaan tersebut, seluruh unsur Sitolu Hae Horbo berpartisipasi aktif — mulai dari perencanaan kegiatan, pelaksanaan upacara Mangalahat Horbo, hingga ritual adat di Tolu Suhi Pangururan.
Lebih dari sekadar sistem pemerintahan, Sitolu Hae Horbo merupakan warisan budaya yang mencerminkan nilai-nilai persatuan, gotong royong, dan penghormatan terhadap leluhur.
Tatanan ini membentuk harmoni sosial antar-marga dan menjadi simbol kearifan lokal yang masih hidup di tengah masyarakat Pangururan, ibu kota Kabupaten Samosir, hingga saat ini.
Penulis, Hatoguan Sitanggang, adalah Raja Jolo Keturunan Raja Sitempang [Raja Jolo Anak tertua dari Garis keturunannya]






