Segaris.co
Jumat, 19 Desember 2025
No Result
View All Result
No Result
View All Result
  • PENDIDIKAN
  • KESEHATAN
  • PROFIL
  • News
  • SEREMONI
  • Kolom
  • Buah Pikir
Segaris.co
No Result
View All Result
Segaris.co
No Result
View All Result
  • PENDIDIKAN
  • KESEHATAN
  • PROFIL
  • News
  • SEREMONI
  • Kolom
  • Buah Pikir
Home News

Jaringan Masyarakat Sipil Sumut desak reformasi institusi Polri

Ingot Simangunsong by Ingot Simangunsong
16 September 2025 | 13:04 WIB
in News
ADVERTISEMENT

MEDAN – SEGARIS.CO – Respon Presiden Prabowo Subianto terhadap usulan reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) harus diapresiasi, mengingat paling tidak ada tiga alasan.

Pertama, bahwa perbaikan dan kemajuan Polri secara kelembagaan adalah mandat konstitusional yang tertuang dalam Pasal 30 UUD 1945 tentang fungsi Pertahanan dan Keamanan yang diemban presiden sebagai eksekutif yang secara rutin dan berbasis kebijakan.

Terlebih, UU Polri No. 2 tahun 2002 telah berusia 23 (dua puluh tiga) tahun. Seharusnya, ada agenda/program evaluasi dan perbaikan sistemik yang terinstitusionalisasi pada kebijakan dan lembaga Polri itu sendiri.

Kedua, karena Polri menjalankan fungsi konstitusional di bidang Penegakan Hukum, Ketertiban Umum, dan Pelayanan Masyarakat, artinya, menyentuh nyaris seluruh aspek dan kegiatan masyarakat.

Oleh karena itu ada kebutuhan dan tuntutan dari masyarakat, bukan hanya terkait performa tapi jawaban atas berbagai dinamika, misalnya, penegakan hukum yang masih banyak diabaikan terhadap laporan/aduan masyarakat, praktik pungli di pelayanan publik seperti Lantas, SKCK, dan lainnya, hingga penanganan aksi demonstrasi yang masih represif belum humanis dan berstandar perspektif hak asasi.

Tentu publik masih melihat adanya relevansi #percumalaporpolisi dan #noviralnojustice serta #satuharisatuoknum.

Ketiga, bicara catatan dan performa negatif di atas, maka bicara soal etik dan profesionalitas. Namun lebih fundamental lagi bicara soal kultur, regulasi dan struktur. Tidak bisa secara parsial, kultur saja tanpa struktur, atau struktur saja tanpa regulasi.

Regulasi yang berperspektif Hak Asasi tentu menuntut struktur kepemimpinan dan jajaran anggota Polri yang berperspektif Hak Asasi, serta tentunya akan membentuk kultur yang sama.

Penjabaran tersebut disampaikan Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, melalui zoom meeting, Senin (15/09/2025), menjelang Konperensi Pers Jaringan Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (Sumut), yang digelar di Sekretariat PBHI Wilayah Sumut), Jalan Jamin Ginting, Padang Bulan, Medan.

“Tidak bisa dipungkiri, berbagai dinamika internal dan eksternal Polri, direspon cepat dan nyaris tidak pernah terjadi di lembaga penegak hukum lainnya. Sebut saja Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa, di satu sisi #noviralnojustice justru dijadikan ajang respon cepat mengusut tuntas laporan masyarakat, meski tidak dapat dijadikan standar karena bersifat kasuistis,” terang Julius dalam zoom meeting yang turut dihadiri Ketua Badan Pengurus Harian PBHI Wilayah Sumut, Ganda Maruhum Napitupulu, SH, MH, dan Sekretaris, Taman Purba, SH, MH.

Namun, imbuh Julius, pengalaman respon cepat terhadap dinamika berbasis peristiwa tidak pernah menyasar pada perbaikan fundamental.

Bahkan cenderung terjadi politisasi yang mendistraksi substansi yakni reformasi institusi Polri. Sebut saja, Paket Kebijakan Hukum Jokowi, Tim Gabungan Pencari Fakta Tragedi Kanjuruhan, Tim Percepatan Reformasi Hukum dan Antikorupsi, bahkan terakhir Tim Lembaga HAM yang berdalih melakukan investigasi Peristiwa Demonstrasi 28 Agustus 2025 yang berujung pada pemeriksaan administrasi upaya paksa Kepolisian.

“Bukannya menyasar pada dugaan pelanggaran berat HAM atas dugaan kuat keterlibatan negara melalui TNI dan BAIS dengan metode operasi intelijen yang menargetkan pada kerusuhan, pembakaran dan penjarahan yang menyebabkan 10 warga sipil meninggal dunia,” paparnya.

Menurutnya, mandat konstitusi UUD 1945 harus direspon secara konstitusional, berbasis regulasi turunan berupa undang-undang.

Oleh karenanya, merespon dinamika Polri beserta evaluasi kinerjanya, harus terinstitusionalisasi di regulasi selevel undang-undang dimana mekanisme program legislasi itu yang mengunci peran dan fungsi Polri, baik secara institusi di UU Polri, maupun di tupoksi dan hukum acaranya, KUHAP dan undang-undang sektoral lainnya. Sehingga berbagai agenda evaluasi dan perbaikan langsung mengikat secara konstitusional dan institusional.

Dikatakannya, Pembentukan Komisi, Tim Independen, dan lainnya tidak pernah membawa evaluasi dan perbaikan struktural dan sistemik. Malah cenderung mudah diisi oleh orang-orang yang tidak relevan, bahkan politisi, sehingga arah dan hasilnya tentu akan dipolitisasi.

Secara fundamental, imbuhnya, evaluasi dan perbaikan institusi Polri yang constitutional based akan menjadi tolok ukur di tiga komponen utama penguatan NKRI secara utuh.

Pertama, berbagai persoalan tindak represif terhadap aksi demonstrasi, kriminalisasi aktivis, yang menempatkan Polri berhadap-hadapan dengan ekspresi demokrasi dan hak asasi masyarakat menjadi faktor determinan penilaian The Economist Intelligence Unit yang menyebut Indonesia dengan flawed democracy dengan skor 6,55 ke 6,44, serta Civicus yang menetapkan sebagai “Obstructed Democracy” di skor 48/100.

Meski akar masalah ada pada proyek investasi pemerintah yang “bergaya preman” dan harus serba cepat “tabrak lari sanai sini”, seperti yang terjadi dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Ditegaskannya, perspektif hak asasi perlu diinstitusionalisasi lebih dalam dan luas, implementasi Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, perlu diperinci dan diperbaharui kembali. Penguatan regulasi tentu menjamin target penghapusan kultur kekerasan yang dimulai dari pendidikan.

Kedua, di tengah bertumpuknya tekanan ekonomi dan sosial, maka rentan sekali terjadi protes dan aksi/demonstrasi yang berpotensi disalahartikan bahkan ditunggangi kepentingan politik perebutan kekuasaan, level eksekutif dan legislatif, seperti yang melibatkan operasi militer tentara, dengan contoh yang terjadi di 28 Agustus. Bahkan di Sri Lanka, Bangladesh, dan Nepal.

“Artinya, penguatan fungsi keamanan dalam negeri demi ketertiban umum harus menjamin penanganan perspektif hak asasi sehingga tidak ada lagi pendekatan represi. Bahwa di lapangan terjadi distraksi lewat operasi intelijen harus disikapi dengan skema intelijen yang mampu memisahkan kelompok kekuasaan, bukan dengan tindakan represi yang justru jadi pintu masuk berubahnya penanganan massa demonstrasi dari keamanan dalam negeri di bawah Polri menjadi keamanan nasional atau national security dalam koridor militer oleh TNI, yang ramai diberitakan kemarin lewat “Rencana Darurat Militer” yang berarti, runtuhnya civil supremacy dan dimulainya era pendekatan militer secara de facto, sebagaimana pidato Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, beberapa hari lalu,” ungkap Julius.

Perubahan mendasar dalam penanganan konsentrasi massa dengan pendekatan humanis dan perspektif HAM tentu dapat mengeliminasi vandalisme dan operasi intelijen militer berkedok demonstrasi. Polri jadi titik krusial yang berperan dalam menjaga civil supremacy, sekaligus penjaga gerbang militerisasi di ruang sipil.

Ketiga, stabilisasi hukum dan keamanan akan terjadi apabila evaluasi dan perbaikan sistemik Polri dengan mekanisme konstitusional melalui program legislasi yang dapat menyentuh kebijakan hinggal struktur kepemimpinan.

Niscaya, citra dan kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan membaik, yang tentu berefek domino terhadap kepercayaan pengusaha dan investor untuk meningkatkan iklim bisnis dan investasi dalam negeri.

Satu kebutuhan mendesak yang dapat menjawab problem kondisi ekonomi yang kritis dan telah bedampak negatif pada aspek sosial.

“Pada akhirnya, evaluasi dan perbaikan sistemik Polri harus tetap dalam kerangka reformasi konstitusional dan institusional yang akan menjadi pijakan perbaikan multi-aspek yang menyasar di titik hulu, dan menjadi katalisator bagi perbaikan NKRI ke depan. Jangan hanya menjadi ajang gimmick pihak tertentu yang justru berpotensi akan menunda bahkan membajak agenda reformasi dan berubah menjadi agenda politisasi,” tuntasnya.

Menanggapi penjabaran konstalasi kondisi represifitas Polri tersebut dan adanya keinginan elit nasional untuk menetapkan Indonesia dalam status Darurat Militer pasca aksi demonstrasi besar-besaran mulai tanggal 25 hingga 31 Agustus 2025, Jaringan Koalisi Masyarakat Sipil Sumut yang terdiri dari PBHI Sumut, Walhi Sumut, Kontras Sumut, Bakumsu, Komite Revolusi Agraria, LBH Medan, Serikat Perjuangan Buruh Merdeka (SPBM), dan Himpunan Masyarakat Nias Indonesia (HIMNI) sependapat bahwa kerusuhan yang terjadi yang sempat mengarah kepada aksi penjarahan harta benda di beberapa daerah, telah ditunggangi ataupun dimanfaatkan oleh kelompok tertentu demi kepentingan ekonomi maupun politiknya.

LBH Medan dan Bakumsu mencatat ada 44 orang jumlah peserta aksi yang ditangkap oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) dalam rentang waktu tersebut yang terdiri dari mahasiswa dan pelajar SMA/SMK dan dua orang dinyatakan positif narkoba.

Dan mereka sempat dilarang oleh pihak Poldasu untuk dibesuk maupun didampingi kuasa hukumnya. Mereka juga mengaku mendapat tindakan kekerasan dari aparat selama penangkapan.

Jaringan Koalisi Masyarakat Sipil Sumut juga mempertanyakan urgensi kehadiran aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang turut mendampingi Polri dalam melakukan pengamanan aksi masyarakat itu.

Apakah kondisi yang terjadi sudah mengharuskan TNI untuk dihadirkan membantu kepolisian dalam mengamankan aksi damai masyarakat yang ingin menyampaikan hak konstitusinya ?

Oleh karena dasar-dasar tersebut di atas, dalam pernyataan sikap bersamanya, Jaringan Koalisi Masyarakat Sipil (JKMS) Sumatera Utara mendesak pemerintah untuk segera membentuk Tim Investigasi Pencari Fakta independen guna mengungkap tindakan represif aparat dalam aksi demonstrasi tersebut tanpa melibatkan aparatur negara, baik sipil maupun militer.

JKMS Sumut juga mendesak pemerintah untuk segera maksanakan reformasi di tubuh Polri yang berlandaskan konstitusi karena Polri menjadi penjaga civil supremacy dan penjaga gerbang militerisasi di ruang sipil. [Sipa Munthe/***]

Tags: InstitusiPolriReformasisegarisSegaris.co
ShareTweetSendShareSharePinSend
ADVERTISEMENT

Berita Lainnya

News

Wabup Samosir resmikan Museum Pusaka Batak Toba di Pangururan

by Ingot Simangunsong
19 Desember 2025 | 13:07 WIB
0

SAMOSIR -- SEGARIS.CO -- WAKIL Bupati Samosir Ariston Tua Sidauruk meresmikan Museum Pusaka Batak Toba sekaligus Pusat Studi Budaya Batak...

Read more
News

Tunggakan pajak kendaraan di Samosir capai 25 ribu unit, Pemkab imbau manfaatkan program pemutihan

by Ingot Simangunsong
19 Desember 2025 | 12:55 WIB
0

SAMOSIR -- SEGARIS.CO -- RAZIA gabungan yang melibatkan Pemerintah Daerah, Kepolisian, serta Samsat UPTD Pangururan mengungkap tingginya angka tunggakan pajak...

Read more
News

Desa Hutapea Banuarea dan Aek Nauli IV harumkan Tapanuli Utara di Jambore Kader Posyandu Sumut

by Ingot Simangunsong
18 Desember 2025 | 14:01 WIB
0

TAPANULI UTARA — SEGARIS.CO -- KABUPATEN Tapanuli Utara kembali menorehkan prestasi membanggakan pada ajang Jambore Kader Posyandu tingkat Provinsi Sumatera...

Read more
News

Di kegiatan KWRI, Pemko Pematangsiantar dorong profesionalisme pers di era digital

by Ingot Simangunsong
17 Desember 2025 | 22:28 WIB
0

PEMATANGSIANTAR — SEGARIS.CO -- PEMERINTAH KOTA (Pemko) Pematangsiantar menegaskan pentingnya peningkatan profesionalisme, kompetensi, serta kepatuhan terhadap Kode Etik Jurnalistik di...

Read more
News

Pemkab Samosir perkuat koordinasi TPID jelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026

by Ingot Simangunsong
17 Desember 2025 | 08:26 WIB
0

SAMOSIR -- SEGARIS.CO -- PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Samosir menggelar Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama lintas sektor dalam...

Read more
News

Bupati Taput dorong peran pers sebagai mitra strategis pembangunan

by Ingot Simangunsong
17 Desember 2025 | 06:42 WIB
0

TAPANULI UTARA -- SEGARIS.CO -- BUPATI Tapanuli Utara (Taput) Jonius Taripar Parsaoran Hutabarat menegaskan pentingnya peran insan pers sebagai mitra...

Read more

Berita Terbaru

News

Wabup Samosir resmikan Museum Pusaka Batak Toba di Pangururan

19 Desember 2025 | 13:07 WIB
News

Tunggakan pajak kendaraan di Samosir capai 25 ribu unit, Pemkab imbau manfaatkan program pemutihan

19 Desember 2025 | 12:55 WIB
News

Desa Hutapea Banuarea dan Aek Nauli IV harumkan Tapanuli Utara di Jambore Kader Posyandu Sumut

18 Desember 2025 | 14:01 WIB
Buah Pikir

Presiden Prabowo boneka Jokowi?

18 Desember 2025 | 00:29 WIB
News

Di kegiatan KWRI, Pemko Pematangsiantar dorong profesionalisme pers di era digital

17 Desember 2025 | 22:28 WIB
News

Pemkab Samosir perkuat koordinasi TPID jelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026

17 Desember 2025 | 08:26 WIB
News

Bupati Taput dorong peran pers sebagai mitra strategis pembangunan

17 Desember 2025 | 06:42 WIB
News

Dosen dan Mahasiswa Universitas Quality Medan kenalkan dunia kerja sejak dini kepada siswa SD

15 Desember 2025 | 22:48 WIB
News

Natal bukan hanya tentang menerima, tapi tentang memberi

15 Desember 2025 | 20:09 WIB
News

Gebyar PORPI 2025 Pematangsiantar dinilai efektif memasyarakatkan olahraga pernapasan

15 Desember 2025 | 09:23 WIB
News

Ribuan keturunan Op Tuan Situmorang Tapanuli Utara rayakan Natal di Tarutung

15 Desember 2025 | 01:27 WIB
News

Ketua ASKINDO Langkat apresiasi terpilihnya Akhmad Zuhri Addin sebagai Ketua Umum DPN

14 Desember 2025 | 14:05 WIB
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak
  • Saran Pembaca
  • Syarat dan Ketentuan
  • Tentang Segaris.co

©2022-2024 Segaris.co

rotasi barak berita hari ini samosir sinata berita

No Result
View All Result
  • PENDIDIKAN
  • KESEHATAN
  • PROFIL
  • News
  • SEREMONI
  • Kolom
  • Buah Pikir

©2022-2024 Segaris.co

rotasi barak berita hari ini samosir sinata berita