Catatan | Ingot Simangunsong
MERITOKRASI, merupakan sebuah sistem yang menempatkan kemampuan, prestasi, dan kompetensi sebagai dasar utama dalam menentukan posisi, jabatan, maupun penghargaan.
Prinsip ini menolak pengaruh faktor keturunan, kekayaan, status sosial, maupun koneksi politik.
Istilah meritokrasi sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni merit yang berarti prestasi atau kelayakan, serta kratos yang berarti kekuasaan atau pemerintahan.
Secara harfiah, meritokrasi dapat dimaknai sebagai “kekuasaan berdasarkan kelayakan atau prestasi.”
Dalam penerapannya, sistem ini biasanya diwujudkan melalui beberapa mekanisme, seperti seleksi ketat pada penerimaan siswa, tes calon pegawai negeri sipil (CPNS), maupun program beasiswa.
Selain itu, meritokrasi juga tampak dalam sistem penghargaan berbasis kinerja, misalnya promosi jabatan yang ditentukan oleh hasil kerja, bukan kedekatan personal.
Prinsip kesetaraan kesempatan juga menjadi bagian penting, di mana setiap individu diberi peluang yang sama untuk berkembang sesuai kemampuan masing-masing.
Sistem meritokrasi memiliki sejumlah kelebihan, antara lain mendorong terciptanya keadilan, meningkatkan efisiensi, serta memacu motivasi kerja.
Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan. Jika akses pendidikan dan kesempatan tidak merata, maka kelompok tertentu berisiko tetap tertinggal dan terpinggirkan.
Meritokrasi adalah sistem yang menekankan jabatan, penghargaan, atau kesempatan diberikan berdasarkan kemampuan, prestasi, dan kompetensi, bukan karena keturunan, kekayaan, atau koneksi politik.
Negara yang relatif lebih patuh
Namun, tidak ada negara di dunia ini yang 100% murni melaksanakan meritokrasi. Biasanya, meritokrasi dipadukan dengan faktor lain seperti demokrasi, budaya, dan politik.
Meski begitu, ada beberapa negara yang sering dijadikan contoh relatif lebih patuh menerapkan prinsip meritokrasi:
Negara yang dikenal relatif meritokratis
Singapura
Sangat menekankan rekrutmen birokrat, pejabat publik, dan bahkan beasiswa berdasarkan prestasi akademik serta kompetensi.
Sistem pendidikan dan karier birokrasi diatur ketat agar posisi penting ditempati orang yang benar-benar berkompeten.
Tiongkok (China)
Secara tradisi sejak Dinasti kekaisaran, China punya sistem ujian kenegaraan (imperial exam) yang berbasis merit.
Di era modern, Partai Komunis Tiongkok juga menekankan promosi pejabat melalui kinerja ekonomi dan sosial di daerah. Meski begitu, tetap ada kritik soal nepotisme dan politik.
Korea Selatan dan Jepang
Kedua negara ini menekankan pendidikan, kerja keras, dan pencapaian individu.
Seleksi pegawai negeri sangat ketat berbasis ujian, sehingga posisi birokrasi dianggap diperoleh melalui kemampuan.
Finlandia & Negara Nordik (Swedia, Norwegia, Denmark)
Sistem pendidikan egaliter, transparansi pemerintahan, dan penekanan pada kemampuan individu menjadikan masyarakat relatif meritokratis.
Korupsi rendah sehingga jalur prestasi lebih terbuka.
Amerika Serikat (AS)
Secara teori, dikenal sebagai “land of opportunity” di mana individu bisa naik status melalui kerja keras dan prestasi.
Namun dalam praktik, masih dipengaruhi faktor sosial-ekonomi dan akses.
Kesimpulannya: Singapura dan negara-negara Nordik sering dianggap paling konsisten menerapkan meritokrasi modern, sementara China dikenal sebagai contoh meritokrasi ala negara otoritarian.
Penulis, Ingot Simangunsong, pimpinan redaksi mediaonline Segaris.co