MEDAN – SEGARIS.CO — KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Ginting, pada Kamis, 26 Juni 2025.
Dalam operasi tersebut, KPK turut mengamankan empat tersangka lainnya yang diduga terlibat dalam praktik korupsi terkait sejumlah proyek pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Sumatera Utara.
Topan Ginting, 42 tahun, merupakan lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) angkatan 2007. Karier birokratnya mencuat terutama sejak era kepemimpinan Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan.
Pada tahun 2022, Topan dipercaya menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. Kepercayaan tersebut terus berlanjut hingga Bobby Nasution menyelesaikan masa jabatannya.
Bahkan, pada 13 Mei 2024, Bobby melantik Topan sebagai Penjabat Sekretaris Daerah Kota Medan, posisi yang diemban hingga penyelenggaraan Pilkada serentak 2024.
Setelah Bobby dilantik menjadi Gubernur Sumatera Utara, Topan kembali dipercaya untuk mengisi jabatan strategis sebagai Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Pelantikan itu berlangsung pada 24 Februari 2025.
Namun, baru berselang empat bulan, Topan tersandung kasus dugaan korupsi dan diamankan dalam OTT KPK.
Sementara itu, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan Topan ke KPK pada tahun 2024 mencatat total kekayaannya sebesar Rp 4.991.948.201.
Saat itu, ia masih menjabat sebagai Kepala Dinas PU/Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi Kota Medan.
Rincian kekayaannya meliputi sejumlah aset properti dan kendaraan, antara lain:
Tanah dan bangunan seluas 137 m²/90 m² di Kota Medan, hibah tanpa akta senilai Rp 500 juta.
Tanah seluas 432 m² di Kota Medan, hasil sendiri senilai Rp 440 juta.
Tanah seluas 120 m² di Kota Medan, hasil sendiri senilai Rp 75 juta.
Tanah dan bangunan seluas 450 m²/400 m² di Kota Medan, hasil sendiri senilai Rp 1,05 miliar.
Mobil Toyota Innova tahun 2024 senilai Rp 380 juta.
Mobil Toyota Land Cruiser Hardtop tahun 1983 senilai Rp 200 juta.
Harta bergerak lainnya senilai Rp 86,58 juta.
Kas dan setara kas senilai Rp 2,26 miliar.
KPK belum mengumumkan secara resmi nilai kerugian negara maupun konstruksi hukum dari kasus yang menjerat Topan Ginting. Penyelidikan intensif masih berlangsung untuk mengungkap lebih jauh dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan tersebut. [RED/***]