SAMOSIR — SEGARIS.CO — MENJELANG pembahasan akhir Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026, kritik terhadap arah kebijakan Pemerintah Kabupaten Samosir mengemuka.
Salah satu sorotan tertuju pada langkah Wakil Bupati Samosir yang melakukan studi banding peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke Kota Pematangsiantar.
Kebijakan tersebut dinilai tidak mencerminkan kebutuhan riil daerah yang mayoritas bergantung pada sektor pertanian.
Pernyataan itu disampaikan Oloan Simbolon, politisi sekaligus mantan Wakil Ketua DPRD Samosir, pada Sabtu (15/11/2025).
Pemkab Samosir jajaki Penguatan kerjasama dan peningkatan PAD ke Pemkot Pematangsiantar
Ia menilai Pematangsiantar tidak memiliki karakteristik yang dapat dijadikan acuan bagi Samosir, terutama karena kota tersebut bukan daerah agraris dan tidak menghadapi persoalan irigasi sebagaimana dialami masyarakat Samosir.
“Struktur ekonomi Pematangsiantar berbeda jauh dari Samosir. Mengambil referensi dari daerah yang tidak memiliki persoalan agraris jelas tidak relevan,” ujar Oloan.
Krisis Air Membayangi Kehidupan Petani
Dalam satu tahun terakhir, warga Samosir menghadapi tekanan berat akibat krisis air yang berkepanjangan.
Kekeringan, sumur mengering, irigasi tak berfungsi, hingga kebutuhan air minum yang harus dibeli menjadi kondisi yang dialami sebagian besar penduduk.
Lebih dari 80 persen masyarakat menggantungkan hidup pada sektor pertanian, namun kini harus berhadapan dengan lahan yang tidak lagi tersentuh pasokan air.
Di tengah tantangan tersebut, pemerintah daerah justru memilih melakukan studi banding PAD ke kota yang tidak mengalami persoalan serupa.
Oloan menyebut langkah tersebut sebagai kebijakan yang keliru dan bertentangan dengan kebutuhan mendesak masyarakat.
Sorotan terhadap Relevansi Kebijakan
Menurut Oloan, keputusan studi banding tersebut menunjukkan ketidaktepatan membaca konteks kebutuhan daerah.
Ia menilai Samosir lebih membutuhkan solusi konkret terkait penyediaan air dan perbaikan jaringan irigasi daripada mempelajari model peningkatan PAD di perkotaan.
Ia menekankan pentingnya langkah strategis seperti pengangkatan air Danau Toba ke wilayah ketinggian, pemulihan sistem irigasi, serta kebijakan perlindungan bagi petani yang terdampak kekeringan.
“Kebijakan yang tidak sesuai konteks hanya memperlihatkan jauhnya pemerintah dari realitas yang dihadapi masyarakat,” kata Oloan.
Pariwisata Tak Akan Berkembang tanpa Penyediaan Air
Oloan juga mengingatkan bahwa upaya peningkatan PAD, termasuk melalui sektor pariwisata, tidak akan berjalan tanpa pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
Pemenuhan suplai air dinilai harus menjadi prioritas utama sebelum berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi.
“Yang harus dipastikan pemerintah adalah bagaimana air dapat mengalir ke sawah, bukan semata bagaimana anggaran mengalir ke kegiatan seremonial,” tegasnya.
Dorongan Perubahan Arah APBD 2026
Oloan mendesak agar APBD 2026 difokuskan pada penyelamatan masyarakat dari krisis air, bukan pada program rutin atau perjalanan dinas.
Anggaran tersebut diharapkan dapat diarahkan untuk penyediaan air bersih, revitalisasi irigasi, dan pemulihan ekonomi pertanian.
“Jika pemerintah masih mengutamakan studi banding yang tidak relevan sementara petani bertahan hidup tanpa air, maka yang dipertanyakan adalah kualitas kepemimpinan, bukan rakyat,” ujarnya. [Hatoguan Sitanggang/***]








