Oleh | Sutrisno Pangaribuan
MENTERI Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut, mayoritas Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) dalam kondisi tidak sehat.
Menurut Tito, hal tersebut diakibatkan banyaknya anggota tim sukses (timses) kepala daerah menjadi direksi maupun komisaris BUMD.
Tito mengatakan, hanya 40 persen dari 1.091 total BUMD yang dinyatakan sehat. Bahkan Tito menyatakan terdapat 300 BUMD yang rugi.
Pernyataan Tito tersebut relevan dengan BUMD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) pasca dipimpin Bobby Afif Nasution (BAN), menantu Jokowi sebagai Gubernur.
Komisaris PT. Bank Sumut, PT. Perkebunan Sumatera Utara, dan Dewan Pengawas PDAM Tirtanadi diisi oleh Tim Sukses BAN di Pilkada Gubernur Sumut (Pilgubsu) 2024. Tidak terkecuali Agus Fatoni (Afan) yang lebih mirip sebagai tim sukses BAN, daripada sebagai Pj. Gubernur Sumut.
Afan satu- satunya Pj. Gubernur di seluruh Indonesia yang pasca Pilkada kembali menjabat di Kemendagri, tetapi diberi jabatan komisaris di BUMD, PT. Bank Sumut.
Maka pernyataan Tito tersebut justru mengenai “anak emas” nya sendiri, Afan. Bahkan Tito baru saja menghadiahi Afan jabatan baru, sebagai Pj. Gubernur Papua.
Afan diberi kepercayaan penuh oleh Tito, hingga telah menjadi Pj. Gubernur 4 kali. Afan pernah Pj. Gubernur Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan saat ini Papua.
Tidak perlu Direktorat Jenderal BUMD
Terbaru Tito mengusulkan dibentuknya direktorat jenderal (ditjen) yang khusus untuk mengawasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD.
Tito mengatakan selama ini struktur pengawasan internal Kemendagri terhadap BUMD ditangani oleh pejabat eselon III yang secara struktural tidak terlalu kuat untuk berkoordinasi dengan kepala daerah.
Tito juga mengatakan ketika pengawas BUMD setingkat direktur jenderal (dirjen), maka posisinya akan kuat untuk mengumpulkan kepala daerah.
Ide Tito tersebut sangat tidak relevan dengan perilaku “anak emas” Tito sendiri, Afan yang merupakan Dirjen Keuangan Daerah merangkap Komisaris BUMD PT. Bank Sumut.
Jika ada pun Dirjen yang mengawasi BUMD, bagaimana caranya mengawasi komisaris BUMD yang merupakan rekannya sesama Dirjen? Maka masalah utama BUMD bukan karena tidak ada Ditjen khusus yang mengawasi BUMD.
Masalah BUMD terjadi karena pemenang Pilkada mayoritas menggunakan politik uang, memberi hadiah atau janji. Maka Komisaris dan direksi BUMD adalah hadiah atau janji kepala daerah kepada tim sukses seperti dinyatakan Tito dan dilakoni oleh Afan. Sehingga kriteria dan tata cara pemilihan dan penetapan komisaris dan direksi sering kali disesuaikan dengan standard para tim sukses.
Maka tidak ada relevansi dan urgensi Kemendagri menambah direktorat jenderal (ditejen) baru yang mengawasi BUMD.
Sebab perilaku kepala daerah terpilih memberi hadiah atau janji kepada tim suksesnya menjadi komisaris dan direksi BUMD sama saja dengan perilaku presiden terpilih yang memberi hadiah atau janji berupa menteri, kepala lembaga, badan, komisaris, dan direksi BUMN kepada tim suksesnya.
Jika kita ingin mendapati direksi dan komisaris yang kompeten, memiliki kecakapan menjalankan tugasnya, maka kepala daerah yang hendak dipilih dan kemudian terpilih pun harus memiliki kecakapan, berintegritas, dan berhasil memenangkan Pilkada tanpa memberi hadiah atau janji berupa uang, sembako atau bentuk lainnya. Kepala daerah yang berkualitas akan menjadikan BUMD berkualitas.
Jakarta, Kamis, 17 Juli 2025
Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)