Oleh | Sutrisno Pangaribuan
UPAYA Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) merasionalisasi dan melokalisasi kasus suap yang melibatkan “anak emas” Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Bobby Afif Nasution (BAN) semakin terang benderang.
Peran “anak emas” BAN, Kepala Dinas PUPR Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), Topan Obaja Putra Ginting (TOP) dalam kasus suap proyek pada ruas jalan nasional dan jalan provinsi di Sumatera Utara (Sumut) tidak lagi prioritas KPK RI.
KPK RI kini fokus pada suap yang diduga dilakukan oleh PT. Dalihan Natolu Group (DNG) dalam memeroleh berbagai proyek infrastruktur di Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kota Padangsidimpuan.
Maka KPK RI memeriksa Muhammad Ja’far Sukhairi Nasution (MJSN), Bupati Madina 2021-2025, yang tidak berhubungan dengan peristiwa OTT yang digelar KPK RI, Kamis (26/6/2025).
Selain memeriksa MJSN, KPK RI juga memeriksa tujuh saksi lain yaitu Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Mandailing Natal, Elpi Yanti Sari Harahap (EYS), Kelompok Kerja (Pokja) Dinas PUPR Pemkab Madina, Natalina (NTL), dan pengurus rumah tangga, Isabella (ISB). Kemudian komisaris di PT Dalihan Natolu Group (DNG) Taufik Lubis (TFL), bendahara di PT DNG, Maryam (MRM), direktur dan pemegang saham di PT Rona Na Mora (RNM), Maskuddin Hendri (MH), serta wakil direktur PT DNG, Seri Agustina Melinda (SAM). Seluruhnya diperiksa di Kantor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumut, Rabu (15/7/2025).
Sebelumnya, pada Selasa (14/7/2025), KPK RI juga memanggil dan memeriksa sejumlah saksi lainnya, yaitu Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah Sumatera Utara (BBPJN Sumut) nonaktif Stanley Cicero Haggard Tuapattinaja (SCHT), dan Kepala Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumut nonaktif Dicky Erlangga (DH).
KPK RI juga memanggil dan memeriksa Bendahara BBPJN Sumut Said Safrizal (SS), pejabat pembuat komitmen (PPK) sekaligus Kasatker PJN Wilayah II Sumut Manaek Manalu (MM), Aparatur Sipil Negara (ASN) atas nama T. Rahmansyah Putra (TRP) alias Dadam, dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Pemerintah Kota (Pemko) Padangsidimpuan Ahmad Juni (AJ).
Memperhatikan nama- nama saksi yang dipanggil dan diperiksa KPK RI tersebut di atas, maka sangat jelas arah dari pemeriksaan saksi- saksi tersebut, yaitu bagaimana cara PT DNG mendapatkan proyek pekerjaan jalan.
Maka yang akan menjadi aktor utama dalam kasus suap tersebut adalah pihak swasta, baik dari PT DNG maupun PT RNM.
Sementara tugas utama KPK RI adalah mengejar penyelenggara negara yang melakukan praktik korupsi, dan pengembalian kerugian negara.
Sebab hanya penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan dan kewenangan yang dapat melakukan praktik korupsi, bukan pihak swasta.
Tiga minggu pasca operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK RI di Sumut, sama sekali tidak ada perkembangan dan kemajuan penanganan kasus suap yang melibatkan ‘anak emas’ BAN tersebut.
KPK RI justru memperluas pemeriksaan kepada pihak swasta dan ASN level bawah. KPK RI tidak ‘berani” memeriksa Pj. Sekda Pemprovsu sebagai atasan langsung dari TOP sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Sumut, MA. Effendy Pohan (MAEP).
Sebagai Ketua TAPD, MAEP memimpin Pemprovsu melakukan pembahasan RAPBD bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Pemeriksaan MAEP dibutuhkan untuk memastikan apakah kegiatan pemeliharaan jalan dan jembatan pada ruas jalan provinsi di wilayah Tapanuli Bagian Selatan tercantum dalam APBD TA.2025 maupun Pergub Penjabaran APBD TA.2025.
Warga Sumut menilai bahwa KPK RI tidak serius atau tidak berani mengungkap kasus tersebut secara transparan, terbuka, dan terang benderang karena adanya intervensi dari berbagai pihak yang memiliki relasi dan akses terhadap kekuasaan.
Terkait tindakan KPK RI tersebut, maka kami menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Pertama, bahwa KPK RI sebagai satu- satunya lembaga ad hoc negara dengan tugas pokok pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak lagi dapat dipercaya karena tidak lagi “imparsial”.
KPK RI diduga secara sengaja mengulur waktu dalam membongkar kasus yang melibatkan TOP, “anak emas” BAN, sehingga sutradara, aktor intelektual, aktor utama korupsi pemeliharaan jalan di Sumut tidak tersentuh.
Kedua, bahwa seluruh Pimpinan KPK RI dan semua penyidik yang bertugas menangani perkara suap terkait pemeliharaan jalan di Sumut harus diperiksa oleh dewan pengawas (Dewas) KPK RI, untuk menemukan penyebab lambannya penanganan kasus tersebut.
Ketiga, bahwa dalam berbagai kesempatan Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan akan serius memberantas korupsi, maka Presiden RI Prabowo diminta secara khusus, sebagai Kepala Negara memanggil Pimpinan KPK RI agar penanganan kasus- kasus korupsi seperti di Sumut dapat berjalan lancar.
Keempat, bahwa Komisi III DPR RI diminta segera memanggil KPK RI agar penanganan setiap perkara korupsi dapat berjalan dengan lancar, terutama pasca KPK RI mengajukan penambahan anggaran di APBN Perubahan TA.2025.
Kelima, bahwa sepanjang KPK RI berani, jujur, dan terbuka dalam penanganan setiap perkara korupsi, maka warga Sumut akan tetap mendukung eksistensi KPK RI. Tetapi jika ternyata KPK RI tunduk pada tekanan, intervensi dari kekuasaan politik, maka saatnya KPK RI juga dibubarkan.
Medan, Rabu, 16 Juli 2025
Sutrisno Pangaribuan, warga Sumut, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)