Oleh | Zita Nadia GultomPendidikan merupakan hak fundamental bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi dengan tegas menegaskan bahwa setiap individu berhak memperoleh pendidikan yang layak, sementara pemerintah bertanggung jawab menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas.
Hak ini juga diperkuat dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi.
Sebagai pilar utama dalam membangun bangsa dan peradaban, pendidikan seharusnya terbebas dari kepentingan politik praktis.
Kontroversi Pagar Laut di Tangerang: Ancaman bagi Nelayan dan Sengketa Ruang Pesisir
Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, politisasi semakin merambah berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan.
Pergantian pemerintahan kerap diiringi dengan perubahan kurikulum yang terlalu cepat, sehingga menciptakan ketidaksiapan dalam implementasi di tingkat sekolah.
Hal ini berdampak pada guru dan siswa yang kesulitan beradaptasi dengan sistem baru.
Lebih dari itu, pengaruh ideologi politik dalam kurikulum berisiko mengancam netralitas pendidikan.
Ketika materi ajar disusupi kepentingan politik tertentu, muncul potensi polarisasi di kalangan siswa, yang dapat menggeser fokus utama pendidikan dari pengembangan kompetensi akademis menjadi arena perdebatan politik.
Dalam beberapa kasus, kampanye politik di lingkungan sekolah bahkan menciptakan ketegangan sosial yang merugikan dunia pendidikan itu sendiri.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek, Iwan Syahril, menegaskan bahwa meskipun pendidikan tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari politik, namun ia tidak boleh dijadikan alat politik.
Sistem pendidikan harus dibangun dengan prinsip transparansi, keberlanjutan, serta terhindar dari tarik-menarik kepentingan politik yang justru mengorbankan kualitasnya.
Dalam mewujudkan pendidikan yang bebas dari intervensi politik, diperlukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat.
Masyarakat harus lebih peka terhadap indikasi politisasi di sektor pendidikan dan berani mengkritisi kebijakan yang dianggap merugikan.
Pemerintah, di sisi lain, harus aktif mengedukasi masyarakat melalui seminar dan diskusi publik guna meningkatkan pemahaman bersama tentang isu-isu pendidikan.
Selain itu, peningkatan kualitas tenaga pendidik menjadi langkah krusial dalam menjaga netralitas pendidikan.
Pemerintah dapat memperkuat proses rekrutmen dan pelatihan guru agar lebih merata di seluruh daerah.
Penunjukan pejabat di sektor pendidikan juga harus dilakukan secara transparan dan berbasis kompetensi, bukan sekadar afiliasi politik, demi menjaga integritas lembaga pendidikan.
Pendidikan yang berkualitas adalah fondasi bagi kemajuan bangsa. Oleh karena itu, penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk menjaga sektor ini agar tetap independen, profesional, dan berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia yang unggul.
Jika pendidikan dikelola dengan baik dan terbebas dari kepentingan politik praktis, Indonesia akan memiliki generasi yang mampu membawa bangsa ini menuju masa depan yang lebih cerah.
Penulis, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik St Thomas Medan