SAMOSIR — SEGARIS.CO — SIDANG lapangan terkait sengketa lahan situs bersejarah Hariara Sigurdung di Desa Lumban Pinggol, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, berlangsung kondusif pada Senin (3/11).
Agenda tersebut dipimpin Hakim Ketua, Maria Pinka dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, dan turut dihadiri kedua belah pihak, penggugat serta tergugat.
Sebelum pemeriksaan lapangan dimulai, Maria Pinka mengingatkan seluruh pihak untuk menjaga ketertiban selama proses persidangan berlangsung.
“Mari kita jaga ketertiban dan keamanan sidang ini. Tidak perlu berdebat, setiap pihak akan mendapat kesempatan yang sama untuk menyampaikan penjelasan,” ujar Maria Pinka.
Usai sidang, penggugat I, Hatoguan Sitanggang—yang dikenal sebagai Raja Jolo, keturunan tertua Raja Sitempang—mengungkapkan kekecewaannya atas penerbitan sertifikat tanah di kawasan situs bersejarah tersebut tanpa sepengetahuan masyarakat setempat.
Menurut Hatoguan, tanah yang menjadi objek sengketa memiliki nilai sejarah penting karena merupakan perkampungan pertama Raja Sitempang di Pangururan, yang telah dihuni turun-temurun selama sekitar dua belas generasi.
“Kami menduga penerbitan sertifikat ini tidak transparan dan sarat praktik mafia tanah. Ada keterlibatan mantan kepala desa dalam penerbitan SKHM, pihak tertentu, serta BPN Samosir,” tegasnya.
Ia juga menilai Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak mampu menunjukkan batas pasti setiap persil tanah di lokasi tersebut.
“Penentuan batas lahan hanya berdasar perkiraan tanpa dasar kuat. Bahkan saya menduga ada pemalsuan tanda tangan pada dokumen tapal batas. Ini tindak pidana umum yang harus ditindak secara hukum,” tambah Hatoguan.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kawasan tempat berdirinya pohon Hariara Sigurdung merupakan situs penting yang menyimpan nilai sejarah dan budaya tinggi bagi masyarakat Sitempang.
“Pohon Hariara Sigurdung adalah simbol perkampungan tua di Pangururan, tempat Raja Sitempang memerintah. Kuburan beliau pun diyakini masih berada di bawah pohon itu,” ungkapnya.
Hatoguan berharap, PTUN Medan dapat memberikan putusan yang adil dan bijak dalam perkara ini, guna melindungi nilai sejarah serta warisan leluhur masyarakat Sitempang di Pangururan. [RED/***]
			







