JAKARTA – SEGARIS.CO — Belum usai perhatian publik terhadap kasus pemerkosaan oleh dr. Priguna di Bandung, kini kembali mencuat dugaan pelanggaran etik berat oleh tenaga medis.
Seorang dokter gigi yang tengah menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis Dento Maxillofacial Radiology (DMFR) di Universitas Indonesia, drg. MAES (39), dilaporkan ke kepolisian atas dugaan perekaman ilegal terhadap mahasiswi magang di sebuah indekos di Jakarta.
Korban, berinisial SS, melaporkan kejadian tersebut ke Polres Metro Jakarta Pusat pada Selasa (15/4).
Berdasarkan keterangan korban, ia memergoki pelaku tengah merekam dirinya saat mandi menggunakan kamera ponsel. SS sontak berteriak dan segera keluar dari kamar mandi, sehingga menarik perhatian penghuni indekos lainnya serta pengelola.
Pelaku tak dapat mengelak ketika telepon genggamnya ditemukan berisi rekaman video yang menampilkan korban dalam kondisi tanpa busana.
Dalam kondisi emosional dan terguncang, SS meminta agar video tersebut segera dihapus, sebagaimana terekam dalam sebuah video yang diduga direkam oleh penghuni kos lainnya.
Bersama pengelola dan beberapa saksi, korban segera melaporkan peristiwa tersebut ke pihak kepolisian.
Laporan diterima dengan nomor LP/B/915/IV/2025/SPKT/Polres Metro Jakpus/Polda Metro Jaya. Polisi juga telah menyita perangkat ponsel milik pelaku sebagai barang bukti.
Pelaku, yang diketahui merupakan warga Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, kini tengah menghadapi dugaan pelanggaran serius atas UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, khususnya Pasal 9 juncto Pasal 35. Selain itu, tindakan tersebut juga berpotensi dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 19 Tahun 2016.
Keluarga korban desak pemecatan dan pencabutan izin praktik
Pihak keluarga korban menyampaikan kekecewaan dan tuntutan agar pelaku diberi sanksi tegas. Mereka mendesak Universitas Indonesia untuk mengeluarkan Azwindar dari program pendidikan spesialis serta meminta instansi terkait mencabut izin praktik kedokterannya.
“Jika tidak dihentikan, akan ada korban-korban lain. Kami yakin ini bukan kali pertama, hanya saja kali ini dia tertangkap basah. Ia harus dipenjara dan dipecat dari profesi dokter gigi,” tegas perwakilan keluarga korban.
Kuasa hukum dan praktisi hukum siap ambil langkah tegas
Advokat Ranto Sibarani, SH, menyatakan kesiapannya untuk memberikan pendampingan hukum kepada korban.
Ia menegaskan bahwa tindakan pelaku mencoreng kehormatan profesi kedokteran dan seharusnya dijatuhi hukuman maksimal.
“Sebagai dokter, ia memiliki tanggung jawab etis. Perbuatannya bisa diperberat menggunakan Pasal 52 KUHP karena telah menyalahgunakan kepercayaan profesi,” ujar Ranto.
Senada dengan Ranto, pengacara senior Dr. Jose TP Silitonga, SH, menyoroti pentingnya tindakan cepat dari aparat penegak hukum dan pihak kampus.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga menunjukkan adanya gangguan serius dalam kepribadian. Bagaimana publik bisa mempercayai dokter seperti ini untuk menangani pasien, khususnya perempuan?” ujar Jose.
Respons Universitas Indonesia masih ditunggu
Hingga berita ini diturunkan, pihak Universitas Indonesia belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan keterlibatan residen mereka dalam kasus ini.
Upaya konfirmasi kepada pelaku melalui nomor WhatsApp yang tercantum di akun Instagram-nya juga belum mendapat respons.
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya penegakan kode etik dan perlindungan terhadap perempuan di lingkungan pendidikan dan profesi medis.
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari pihak kampus dan aparat hukum untuk memberikan keadilan kepada korban serta mencegah kejadian serupa terulang kembali. [REL/RED/***]