MENGHABISI waktu 5 minggu, Kyan Ulos – dengan kerja manual melibatkan 5 tenaga penenun – telah menyelesaikan 700 meter ulos yang akan diarak dari Pangururan hingga Sianjurmula-mula pada perayaan HARI ULOS yang akan digelar di Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara, Senin 17 Oktober 2022.
“Kita berdayakan penenun muda, yang sebagian dari mereka adalah mahasiswa, untuk menyelesaikan 700 meter ulos yang akan diarak pada Hari Ulos nanti,” kata Owner Kyan Ulos, Fony Sitanggang kepada segaris.co di kios Kyan Ulos, Pasar Horas Jalan Sutomo, Kota Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara, Senin (10/10/2022).
Pengerjaan 700 meter ulos secara manual tersebut, dilaksanakan di kilang Kyan Ulos, Jalan Melanthon Siregar, Gang Sipahutar.
Menurut Fony Sitanggang, apa yang diperbuatnya, adalah ungkapan rasa syukur bahwa tenunan ulos telah memberikan kehidupan bagi banyak orang.
“Semua ini kita kerjakan dari hati yang ikhlas dan karena rasa syukur,” kata Fony Sitanggang yang menjelaskan untuk biaya dasar yang harus dikeluarkan untuk 700 meter ulos, mencapai Rp21.000.000.
Baca juga :
Osde Simarmata: “Tingkatkan kualitas pendidikan, kejar target siswa mampu Calistung”
Ditenun secara manual
Disampaikan Fony Sitanggang, keputusan untuk mempersiapkan 700 meter ulos dengan cara manual, untuk menunjukkan bahwa melalui proses tersebut, diperlukan inovasi, kreatifitas, ketulusan dan keikhlasan.
“Dengan cara manual itu juga, kita dapat berdayakan para pelaku tenun yang selama pandemi Covid-19, sangat kesulitan dalam mencari tambahan penghasilan,” kata Fony Sitanggang.
Walau dalam mempersiapkan 700 meter ulos tersebut, hanya melibat 5 tenaga penenun, menurut Fony Sitanggang dengan momentum Hari Ulos, setidaknya ada nuansa kebangkitan tenun ulos dalam kehidupan sosial-kemasyarakat, terkhusus di lingkungan etnis Batak.

Ulos Sadum
Fony Sitanggang menjelaskan, 700 meter ulos yang disiapkan tersebut, dikenal sebagai Ulos Sadum.
“Ulos Sadum, saat ini sangat banyak diminati masyarakat Batak yang menjalankan pesta adat, karena ulos tersebut harganya sangat terjangkau berbagai kalangan,” kata Fony Sitanggang.
Menurut Fony Sitanggang, panitia Hari Ulos yang memutuskan untuk mengarak ulos sepanjang 700 meter hasil karya tangan penenun tersebut, adalah langkah yang tepat dalam memperkenalkan ulos ke seantero jagad raya.
“Memang ulos sudah cukup dikenal, tetapi dengan semakin digaungkannya Hari Ulos, serta dilakukannya pengarakan ulos, maka semakin dikenallah hasil tenunan ulos,” kata Fony Sitanggang.

Baca juga :
Meski dilarang SPBU jual Pertalite ke pedagang BBM eceran, Manager: “Memakai jerigen pun tidak ada masalah itu”
Siap Fony Sitanggang?
Sejak tahun 1994 — lebih kurang 28 tahun — Fony Sitanggang menekuni bisnis ulos.
Bisnis itu, dimulainya dengan hanya mengenal satu jenis ulos, yakni ulos sadum yang ditenun dari industri rumahan (home industry) buah karya para ibu-ibu di Kota Pematangsiantar.
“Saya mulai bisnis ini dengan menjual satu jenis ulos, yaitu ulos sadum,” kata Fony Sitanggang.
Seiring berjalan waktu, Fony Sitanggang senantiasa mendengar keluhan ibu-ibu, berkaitan harga ulos turun, hingga tidak adanya pedagang yang menampung dikarenakan banjir ulos yang mereka tenun.
“Saya merasa prihatin. Akhirnya saya punya ide untuk menginovasi bahan dasar ulos agar dapat dimanfaatkan untuk keseharian,” katanya.
Fony Sitanggang pun membangun kerjasama dengan ibu-ibu yang menjadi binaannya. Salah satu perubahan yang disampaikan Fony, berkaitan dengan keseriusan memperhatikan kualitas benang, dan mempercantik motif.
Berkat kerjasama dan inovasi yang dilakukan, dihasilkan beberapa produk baru, diantaranya; jas, blazer, kemeja, rompi, berbagai macam dasi, tas, taplak meja, sarung kursi, topi, detar dan peci, yang kesemuanya merupakan modifikasi disain ulos.
“Dengan menginovasi bahan dasar ulos inilah semakin terjadi pelebaran lapangan kerja. Karena banyak permintaan, akhirnya saya buka kilang tenun sendiri,” kata Fony Sitanggang yang menjelaskan sejak awal sangat tertarik dengan ulos dari sisi bisnisnya.
Baca juga :
Hj Susanti Dewayani: “PPTSB Wilayah II Sumut senantiasa melestarikan nilai sosial budaya, serta hubungan kemitraan strategis”
Nama Kyan Ulos
Untuk memperkenalkan bisnis ulosnya, Fony pun memutuskan usahanya dengan nama Kyan Ulos.
Diungkapkannya, nama itu merupakan perpaduan nama anaknya yang sulung, Franky Samosir dan anak kedua, Daniel Christian Samosir.
Kenapa memadukan kedua nama itu? Fony Sitanggang punya harapan, kelak ketika dirinya sudah tidak mampu meneruskan usaha tersebut, kedua anaknya itulah yang akan melanjutkannya.
“Itu pengharapan saya,” kata Fony yang mengaku bahwa sebelum pandemi Covid-19, punya karyawan tetap 24 orang, dan karyawan tidak tetap 50 orang.
“Cabang kita sebelum Covid-19, ada di Medan, Kalimantan Timur, dan produk kita ada juga di gedung Smesco Jakarta Selatan,” katanya.
Dapat diterima setiap hari
Fony Sitanggang, melalui Kyan Ulos, terobsesi menjadikan ulos sebagai bagian dari adat Batak, menjadi produk yang lebih dapat diterima sehari-hari.
“Untuk itu Kyan Ulos akan memanfaatkan kemudahan-kemudahan yang disediakan di pasar bebas. Kami memiliki kesempatan lebih dekat ke pasar dan juga memiliki akses yang lebih luas yang sebelumnya sulit kami capai,” kata Fony Sitanggang.
Produk Kyan Ulos sudah sampai ke luar negeri, seperti Penang, Singapore, Papua, Kalimantan Timur, Jogja, Bandung dan daerah lainnya.
Kyan Ulos juga sering mengikuti even yang diadakan pemerintah dan pihak swasta. Misalnya, pameran setiap tahun di PRJ (Pekan Raya Jakarta), pameran di Surabaya yang dibawa Prusda Pematangsiantar, pameran yang diadakan Bank Sumut, BNI, dan mengikuti pertandingan Bhayangkari se Indonesia di Mabes Polri 2014, keluar sebagai juara 1.
Tidak hanya itu, Kyan Ulos, juga mendapat Penghargaan Shidakarya 2018 Tingkat Provinsi dari Gubernur Sumut, Penghargaan Paramakarya dari Presiden RI Jokowi yang diserahkan Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah.( 27-28 November 2019).
Seluruh prestasi dan pencapaian target tersebut, adalah hasil disain sendiri, sebagai produk Kyan Ulos.
“Usaha ini, saya sendiri yang merintisnya, yang akhirnya sangat bermanfaat bagi orang banyak dan membantu keluarga,” kata Fony Sitanggang, istri dari Karman Samosir itu.
“Keberhasilan yang dicapai sekarang ini berkat dukungan suami dan anak-anak,” kata ibu dari 4 anak ini, yakni Franky Samosir (sudah berkeluarga alumni Unpar), Daniel Christian Samosir tamat dari ITB, Firman Samosir masih kuliah di UKDW dan si bungsu Elisabeth Samosir, masih kuliah di Universitas Indonesia.
Dan yang membanggakan bagi Fony Sitanggang, ketiga putranya sudah mengikuti jejaknya untuk melanjutkan dan mengembangkan usaha tersebut.
“Saya bangga, mereka memilih menjadi entrepreneur. Pesan saya, mari bangga dengan produk lokal, buatan Indonesia. Salam budaya. Kita Indonesia, Kita Produktif,” kata Fony Sitanggang. (Ingot Simangunsong/***)