Oleh | Sutrisno Pangaribuan
BELUM lama berselang kita menyaksikan aksi cari muka dari pejabat di Sumatera Utara (Sumut) dengan mendatangi Sopian Daulai Nadeak, guru SMK Negeri 1 Kutalimbaru, Deliserdang.
Pejabat tersebut hendak pasang badan “membela guru” yang dilaporkan orang tua siswa ke polisi karena melerai siswanya yang berkelahi.
Pejabat tersebut tentu tidak datang sendiri, bersamanya ikut sejumlah lensa kamera untuk merekam aksi heroiknya dengan janji back up penuh bagi sang guru honorer.
Namun tidak seorang pun pejabat di Sumut yang membuka mulutnya membela hakim Khamozaro Waruwu yang keselamatan diri dan keluarganya terancam.
Pejabat yang membela guru honorer itu pun sama sekali tidak mendatangi hakim Khamozaro Waruwu dan keluarganya untuk sekedar memberi dukungan atas peristiwa teror kebakaran rumah yang dialaminya.
Khamozaro Waruwu sendiri, bahkan Mahkamah Agung tidak bergerak cepat menemui Kepala Negara untuk memastikan hakim dijamin keselamatannya oleh negara.
Demikian juga dari unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) baik tingkat Sumut maupun Medan, tidak ada dukungan moral kepada hakim Khamozaro Waruwu dan keluarganya.
Semua pejabat bungkam seakan hakim Khamozaro Waruwu pantas mengalaminya. Ternyata hubungan antar lembaga negara, Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif tidak lebih dari sekedar formalitas dan seremonial belaka, tanpa solidaritas.
Maka saatnya publik bergerak menggalang dukungan menjaga para hakim yang mengadili perkara korupsi yang merusak negara.
YM Khamozaro Waruwu dan seluruh hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi tidak boleh surut keberaniannya untuk memberi hukuman yang seberat- beratnya kepada para koruptor perusak negara.
Penulis, Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), dan Presidium Perkumpulan Semangat Rakyat Anti Korupsi (Semarak)








